24 Aug 2010


PERNYATAAN SIKAP
MENGENAI KEKERASAN TERHADAP WARTAWAN

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang mengecam aksi-aksi kekerasan yang menyebabkan kematian wartawan sekaligus menyampaikan rasa duka mendalam kepada keluarga korban dan keluarga besar media bersangkutan.

Seperti diberitakan, pada Sabtu (21/8) pagi, Ridwan Salamun (35), kontributor SUN TV (Grup MNC) di Ambon, Maluku, tewas dikeroyok saat meliput bentrokan warga di Tual, Maluku Tenggara. Ridwan meninggal dengan wajah memar terhantam benda tumpul dan kepala bagian belakang sobek tersabet parang.

Sebelumnya, pada Kamis (29/7) pagi, wartawan Merauke TV Ardiansyah Matra’is (25) ditemukan tewas terapung di Sungai Marau, kawasan Gudang Arang, Merauke, Papua. Polisi awalnya menyatakan tidak menemukan bekas penganiayaan pada tubuh Ardiansyah; sebuah klaim yang sangat patut diragukan karena belakangan ditemukan bekas-bekas penganiayaan pada diri Ardiansyah.

Doa tulus kami panjatkan agar arwah kedua jurnalis itu mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Esa.

Rasa duka serupa kami sampaikan kepada keluarga almarhum Muhammad Syaifullah, wartawan merangkap Kepala Biro Kompas Kalimantan. Syaifullah ditemukan telah meninggal dunia di rumah dinasnya di Perumahan Balikpapan Baru Blok S II Nomor 7, Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (26/7) pagi.

Kematian Ridwan dan Ardiansyah memperpanjang daftar kekerasan terhadap wartawan yang dilakukan kelompok massa atau orang tak dikenal, serta jumlah dan kualitas kekerasan cenderung meningkat dibanding tahun 2009.

AJI mencatat, pada Rabu (7/8), dua reporter televisi, Darussalam (Global TV) dan Mas’ud Ibnu Samsuri (Indosiar), diintimidasi dan diancam dibakar oleh sekelompok jawara saat meliput pencemaran limbah pabrik di Kecamatan Curug, Tangerang, Provinsi Banten. Keduanya diselamatkan warga.

Sebelum Ardiansyah meninggal, empat wartawan di Merauke, Papua, menerima ancaman kekerasan dan pembunuhan lewat pesan pendek atau SMS. Keempatnya adalah Lidya Salma Achnazyah (Bintang Papua), Agus Butbual (Suara Perempuan Papua), Idri Qurani Jamillah (Tabloid Jubi), dan Julius Sulo (Cendrawasih Pos).

Pengirim diduga anggota tim sukses calon bupati yang gagal dalam pemilihan kepala daerah. Kasus ini masih ditangani aparat kepolisian setempat. Namun, rupanya, ancaman itu berujung pada kematian Ardiansyah, yang jasadnya ditemukan terapung di Sungai Marau, kawasan Gudang Arang, Merauke.

Dari hasil investigasi awal AJI Jayapura diketahui adanya bekas penganiayaan pada diri bekas reporter Jubi dan kontributor ANTV itu. Penganiayaan ini menyebabkan Ardiansyah tewas. Hasil otopsi dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (20/8) pun menunjukkan indikasi korban meninggal akibat penganiayaan.

Sedangkan kematian Syaifullah, menurut hasil otopsi yang diumumkan polisi, diduga karena penyakit kronis yang lama ia derita. Kompas sendiri menunggu hasil otopsi dari tim independen. AJI juga mendorong penyelidikan yang tuntas atas kematian Syaifullah.

Menyikapi kasus-kasus itu, AJI Malang menyatakan:

1. Mengecam aksi-aksi kekerasan oleh massa atau siapa pun yang menyebabkan kematian wartawan. AJI mengingatkan bahwa profesi jurnalis dilindungi Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

2. Meminta kepolisian bersungguh-sungguh mengusut tuntas berbagai kasus kekerasan tersebut sampai pelakunya ditangkap dan diadili di pengadilan. Polisi diyakini mampu mengungkap kasus-kasus itu bila merujuk pada keberhasilan polisi mengungkap kasus pembunuhan atas wartawan Radar Bali (Grup Jawa Pos) Anak Agung Narendra Prabangsa pada Februari 2009. Pelakunya pun diadili.

3. Mengajak segenap komunitas pers untuk selalu bersikap terbuka dalam menerima kritikan, tetap menjaga kesantunan perilaku dan perkataan saat bertugas, sekaligus meningkatkan standar etika dan profesionalisme, standar keselamatan kerja di lapangan, dan turut aktif memantau kasus-kasus kekerasan yang menimpa jurnalis di wilayah kerja masing-masing.

4. Mengajak segenap insan pers untuk menguatkan kebersamaan dan solidaritas. Karena kasus-kasus itu bisa dialami oleh semua wartawan. Patut dicamkan pula, jurnalis bukanlah warga negara istimewa, tapi sudah selayaknya insan pers menolak segala bentuk kekerasan baik yang dilakukan aparatur negara maupun oleh massa.

AJI Malang pun mencatat, aksi kekerasan yang cenderung meningkat pada 2010 menjadi ancaman terhadap proses demokratisasi di Indonesia. Proses demokratisasi salah satunya ditandai dengan adanya kebebasan pers. Kekerasan dalam bentuk apa pun merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Rezim politik Orde Baru sudah berlalu dengan datangnya sistem politik yang lebih terbuka. Namun, bukan berarti kekerasan terhadap wartawan berkurang. Kekerasan terhadap wartawan justru tetap terjadi dengan tingkat kesadisan yang kian tinggi. Kematian wartawan Radar Bali, Prabangsa, contohnya. Pihak-pihak di Bali yang merasa terpojok karena berita-berita yang ditulis Prabangsa membunuhnya secara sadis.

Kasus terkini adalah kematian Ardiansyah dan Ridwan. Namun, sebelumnya, ancaman kekerasan dalam bentuk teror bom molotov dialami kantor Majalah Tempo di Jalan Proklamasi 72, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (6/7) dinihari. Polisi belum berhasil mengungkap motif kejadian karena pelakunya pun belum tertangkap.

Selain wartawan, kekerasan juga dialami aktivis yang lazim dikenal erat berhubungan dengan wartawan. Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama Satya Langkun, dianiaya dua orang di kawasan Duren Tiga, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (8/7) dinihari. Berikutnya, mobil milik Wakil Ketua Badan Pekerja ICWAdnan Topan Husodo dirusak dan berkas penting serta laptop-nya dicuri pada Kamis (15/7) malam.

Kasus kekerasan pun dialami Lutfi Chafidz, Ketua Komite Pusat Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia. Rumahnya di Dusun Cokro, Desa Sukoanyar, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, ditembaki orang tak dikenal pada Sabtu (7/8).

Selain itu, AJI Malang mengingatkan kepada segenap insan pers untuk tidak melupakan kasus kematian wartawan Bernas, Yogyakarta. Nyaris terlupakan bahwa pada 18 Agustus kemarin merupakan tahun ke-14 meninggalnya Udin. Wartawan sejati ini dianiaya pada 13 Agustus 1996 dan akhirnya meninggal lima hari kemudian di Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta.

Ironisnya, sampai sekarang otak dan pelaku utama penganiayaan tak berhasil diungkap polisi atau memang sengaja ditutup-tutupi—entahlah. Yang pasti, sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebuah tindakan pidana menjadi kedaluwarsa setelah berumur 14 tahun. Artinya, kematian Udin akan masuk dalam dark number alias menjadi sebuah kasus yang tak terungkap.

Tapi, AJI Malang menyerukan kepada seluruh wartawan untuk tetap bekerja dengan semangat tinggi dan bebas dari ketakutan. Kekerasan dan ketakutan harus dilawan!


Malang, 24 Agustus 2010.

Dibacakan dalam aksi damai dan doa bersama untuk meninggalnya tiga jurnalis di wilayah Indonesia Timur. Aksi digelar pada Selasa, 24 Agustus 2010, di depan Kantor DPRD Kota Malang.

No comments:

Post a Comment