27 Jun 2009

Rezim Rahasia Negara

TEMPO, 16/XXXVIII 08 Juni 2009

Andi Widjajanto
Koordinator Kelompok Kerja RUU Rahasia Negara, Pacivis Universitas Indonesia

PERDEBATAN publik yang saat ini muncul cenderung membenturkan rezim keterbukaan informasi dan rezim rahasia negara. Semula jejaring masyarakat sipil sama sekali tidak menginginkan adanya Undang-Undang Rahasia Negara. Bagi mereka, rahasia negara sudah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Kebebasan Informasi Publik tentang informasi-informasi yang dikecualikan dari kategori informasi publik.

Kini mereka cenderung dapat menerima keharusan adanya UU Rahasia Negara. Namun mereka menolak pengesahan dan pemberlakuan UU Rahasia Negara di masa Dewan Perwakilan Rakyat periode 2004-2009 dengan tiga alasan, yaitu waktu pembahasan RUU Rahasia Negara sangat pendek sehingga tidak terjadi perdebatan substantif yang mendalam dan tuntas; pemerintah belum memiliki kesiapan operasional untuk melaksanakan pengaturan rahasia negara; dan pemerintah harus lebih dulu menerapkan UU Kebebasan Informasi Publik yang akan diberlakukan pada 2010.

Tulisan ini mengandaikan terjadinya skenario sebagai berikut: RUU Rahasia Negara tak dapat disahkan menjadi undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat periode 2004-2009 dan akan dibahas lagi setelah pemerintah baru menyerahkan draf baru RUU Rahasia Negara, yang mungkin akan dilakukan pada 2010. Setelah melalui waktu pembahasan satu setengah tahun di Dewan Perwakilan Rakyat, Indonesia baru akan memiliki UU Rahasia Negara pada pertengahan 2012.

Berdasarkan skenario tersebut, ada tiga alternatif rezim informasi yang mungkin terjadi di Indonesia. Indonesia mungkin memiliki rezim keterbukaan informasi, atau rezim proteksi informasi, atau rezim arcana imperii. Indonesia pasti tidak akan memiliki rezim rahasia negara yang berlaku di negara-negara demokrasi.

Alternatif pembentukan rezim keterbukaan informasi cenderung sulit didapat karena UU Kebebasan Informasi Publik memiliki pasal yang menetapkan adanya kategori informasi publik yang mendapat perlakuan khusus dalam hal akses dan distribusi informasi. Saya cenderung menolak keberadaan pasal ini, karena pasal ini mencederai prinsip dasar bahwa informasi publik harus 100 persen didistribusikan oleh pemilik informasi seluas-luasnya sehingga publik juga memiliki akses bebas terhadap informasi tersebut. Jika ada informasi yang tidak memenuhi kriteria ini, informasi tersebut sebetulnya tidak dapat dikategorikan sebagai informasi publik.

Namun ”pasal pengecualian” dalam UU Kebebasan Informasi Publik telah disahkan dan akan berlaku pada 2010. Konsekuensinya, Komisi Informasi yang diberi mandat untuk mengelola informasi publik harus juga berperan sebagai penjaga beberapa informasi yang masuk kategori informasi publik yang tertutup. Jika ada pejabat pemerintah atau warga negara yang melihat suatu informasi rahasia ternyata muncul di ruang publik, Komisi Informasi dapat digugat karena lalai menerapkan ”pasal pengecualian”.

Keberadaan ”pasal pengecualian” ini akan memperkuat rezim proteksi informasi yang secara de facto merupakan rezim informasi yang berlaku di Indonesia. Ketiadaan UU Rahasia Negara telah memberikan otoritas luas tanpa pengawasan kepada instansi pemerintah untuk mengklasifikasikan informasi publik sebagai informasi tertutup dengan menetapkannya dalam kategori terbatas, rahasia, atau sangat rahasia.

Ketiadaan UU Rahasia Negara bahkan juga cenderung menciptakan negara yang misterius atau sering disebut sebagai rezim arcana imperii. Rezim ketertutupan absolut ini cenderung terjadi saat suatu informasi diberlakukan sebagai informasi keamanan nasional yang sensitif yang harus dikuasai dan dilindungi negara. Kulminasi dari rezim arcana imperii ini adalah saat negara memberlakukan keadaan darurat militer/perang yang menjustifikasi inisiatif instansi militer untuk mengendalikan seluruh akses dan distribusi informasi. Dalam kondisi yang ekstrem ini, aktivitas negara tertutup oleh suatu kabut misteri yang tidak dapat diakses masyarakat.

Saat ini, Indonesia berada di antara rezim proteksi informasi dan arcana imperii. Rezim proteksi informasi muncul saat beragam instansi pemerintah secara sadar tidak mendistribusikan informasi publik untuk dapat diakses masyarakat luas. Rezim arcana imperii muncul saat beragam instansi pemerintah secara sengaja menutup informasi publik dengan menggunakan justifikasi keamanan nasional.

Untuk mengeluarkan Indonesia dari kedua rezim tersebut, rezim rahasia negara harus
diciptakan. Rezim rahasia negara bukanlah lawan dari rezim keterbukaan informasi. Rezim rahasia negara berada dalam kuadran demokratik yang sama dengan rezim keterbukaan informasi. Rezim rahasia negara yang berlaku di banyak negara demokratik berisikan prinsip, norma, prosedur, dan mekanisme pengambilan keputusan tentang pengelolaan informasi strategis. Rezim ini justru mendorong adanya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan informasi strategis.

Dalam rezim ini, Indonesia akan memiliki daftar lengkap tentang semua informasi strategis. Dari daftar ini, kita akan tahu rincian tuntas informasi strategis yang dinyatakan tertutup. Kita juga akan mengetahui alasan penutupan informasi strategis, instansi yang menutup informasi tersebut, dan masa retensi perlindungan informasi strategis. Dengan adanya rezim rahasia negara, pemerintah akan sangat direpotkan untuk mengelola dan melindungi informasi strategis sehingga kita akan lebih yakin bahwa tidak ada informasi strategis yang sensitif yang terdistribusi di ruang publik.

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/06/08/KL/mbm.20090608.KL130505.id.html

No comments:

Post a Comment