17 Mar 2009

Nasib Buruh Rumahan Tak Jelas


RADAR MALANG, Selasa, 17 Maret 2009

MALANG - Nasib buruh rumahan hingga kini masih dipertanyakan. Selain tidak tercatat dalam data kuantitatif angkatan kerja, mereka juga tidak mendapat hak seperti pekerja formal. Sebab, selama ini pemerintah menilai bahwa buruh rumahan adalah pekerja sektor informal.

Ratno Cahyadi Sembodo, divisi kajian dan advokasi Mitra Wanita Pekerja Rumahan Indonesia (MWPRI), mengungkapkan, dibanding pekerja sektor formal sebenarnya buruh informal jauh lebih banyak. Data BPS tahun 2009, jumlah angkatan kerja nasional mencapai 99.930.217 orang. Dari angka itu, 62 juta lebih adalah pekerja sektor informal. Sedang pekerja formal hanya 37 juta sekian. ''Bisa dilihat bagaimana perbandingan angkatan kerja formal dan informal," beber Ratno.

Dari data tersebut, kata Ratno, secara sederhana bisa diartikan bahwa sektor informal dimanfaatkan sebagai bemper pemerintah dalam pemberdayaan sektor formal. Padahal, sebagian besar dari mereka adalah perempuan. "Idealnya, buruh rumahan atau pekerja informal juga mendapatkan perlakukan sama, minimal perlindungan hukum yang sama dengan pekerja formal," kata dia.

Karena fakta yang terjadi saat ini, hampir semua pekerja rumahan yang diadvokasi MWPRI tidak memiliki perlindungan hukum. Mereka tidak dijamin dengan Jamsostek, tidak ada cuti, tidak ada ukuran gaji, dan rata-rata tempat bekerja tidak memenuhi standar kesehatan. ''Sebenarnya persoalan ini yang harus disikapi pemerintah. Paling tidak ada produk perlindungan hukum dan jaminan sosial," tandas Ratno.

Untuk Kota Malang, lanjut Ratno, beberapa kawasan yang selama ini banyak terdapat buruh rumahan di antaranya sentra pembuatan suttle cock di Balearjosari, manik-manik kayu yang juga di Arjosari, perangkai bunga kering di Bandulan, perangkai raket di Sukun, dan masih banyak lagi. "Rata-rata pendapatan buruh rumahan ini jauh dari UMK (upah minimum kota)," ujarnya. (nen/war)

http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=73235

No comments:

Post a Comment