Ilustrasi |
Para jurnalis sering
mengabaikan keselamatan diri saat meliput peristiwa bencana. Alasannya klise,
yakni ingin mengabadikan atau mendapatkan momen terbaik untuk dijadikan sebagai
produk jurnalistik. Padahal patut diingat bahwa tiada berita senilai nyawa.
“Jangan terlalu
memaksakan diri. Lebih baik utamakan keselamatan diri apabila memang situasi
dan kondisi tidak memungkinkan dan atau peluang untuk mendapatkan momen terbaik
itu sangat kecil dan bahkan mustahil. Jangan sampai niat meliput, tapi malah
diri sang jurnalis yang justru jadi obyek berita,” kata jurnalis Tempo, Abdi
Purmono, dalam sebuah diskusi rutin di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen
(AJI) Malang.
Diskusi berlabel ngAJI
yang digelar rutin setiap Malam Minggu itu memunculkan banyak hal untuk didiskusikan;
mulai dari apa saja yang harus disiapkan,hal-hal yang harus dihindari, sampai
isu menarik untuk dijadikan berita. Pada prinsipnya, peliputan peristiwa
kebencanaan tetap harus memperhatikan dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik.
Media massa memiliki
peran penting dalam rantai penyebaran informasi kebencanaan. Percepatan
informasi kebencanaan yang lebih dini ke masyarakat bisa meminimalisir korban
jiwa maupun dampak kerusakan yang ditimbulkan. Namun, jurnalis perlu pula
memperhatikan peliputan mengenai peringatan diri kebencanaan.
Semisal di musim hujan,
jurnalis tak usah menanti terjadinya bencana, tapi ia bisa menggarap
bahan-bahan yang bisa dipakai untuk memperingatkan masyarakat untuk mewaspadai
terjadinya bencana. Berbeda dengan bencana gempa bumi yang sangat susah
diprediksi, bencana banjir dan longsor, misalnya, lebih gampang diprediksi
dengan menggunakan pendekatan sains. Bencana dan longsor sering terjadi akibat
ulah manusia juga. Begitu pula dengan bencana kebakaran hutan di musim kemarau,
misalnya,
MANAJEMEN
KEBENCANAAN
“Isu apa saja yang
menarik untuk diangkat menjadi berita saat terjadi peristiwa bencana alam,”
tanya Ditta jurnalis radio Andalus dalam ngAJI malming.
Indonesia merupakan
negeri yang rentan mengalami bencana alam, seperti gempa bumi dan tsunami,
gunung meletus, banjir, tanah longsor, tanah bergerak, dan kebakaran hutan.
Peristiwa tsunami Aceh 2004 memberikan kita banyak pelajaran penting.
Dalam skala yang lebih
kecil, peristiwa erupsi Gunung Kelud pada pertengahan 14 Februari 2014 pun
memberikan pelajaran dan pengalaman sangat berharga bagi para jurnalis di
wilayah Malang Raya, bahwa peliputan bencana bukan saat peristiwa itu terjadi.
Isu manajemen kebencanaan yang mencakup penanganan prabencana, kedaruratan, dan
pasca-bencana merupakan hal penting yang patut disajikan secara komprehensif.
Prabencana menempatkan
media sebagai mata rantai peringatan dini yang meliputi aspek pencegahan,
mitigasi, rencana kontinjensi atau prosedur penanganan/kesiapsiagaan bencana.
Rencana kontijensi adalah suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan segera
terjadi, tapi mungkin juga takkan terjadi. Ini prosedur yang dibuat instansi
berwenang, seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Penyebarluasan
informasi kebencanaan secara lebih dini bisa menekan korban dan kerusakan dalam
skala besar. Sebagai contoh, saat terjadi gempa berkekuatan di atas 7 skala
Richter yang berpotensi tsunami, masyarakat harus segera dievakuasi. Upaya ini
pun sebisa mungkin disertai dengan pemberitaan mengenai pemetaan daerah-daerah
rawan bencana, jalur evakuasi, kekuatan logistik, hingga personel yang
terlibat.
Darurat kebencanaan
lebih fokus pada saat terjadi bencana yang mencakup upaya penyelamatan dan
penanganan di lokasi bencana. Pada tahap ini jurnalis bisa berkonsentrasi pada
upaya search and rescue (SAR), bantuan logistik bagi pengungsi, penanganan
korban manusia dan hewan, kerusakan bangunan dan kendaraan, penentuan zona aman
bencana, dan tentu saja penyajian informasi akurat mengenai skala bencana.
Mengetahui siapa pemegang komando dari instansi terkait penanganan bencana di
lapangan sangat penting. Sang pemegang komando menjadi sumber penting bagi
jurnalis saat hendak melakukan verifikasi informasi di lapangan yang simpang
siur.
Fase pasca-bencana
lebih pada kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi setelah bencana
terjadi, baik pemulihan korban dari trauma bencana hingga rehabilitasi sarana
infrastruktur yang rusak akibat bencana. Informasi zona paling parah
kerusakannya harus akurat agar penyaluran bantuan tepat sasaran.
TIPS
MELIPUT BENCANA
Meliput peristiwa
bencana alam adalah salah satu peliputan yang menantang dan penuh risiko
bahaya. Banyak jurnalis atau tim peliput dari perusahaan pers turun langsung ke
lokasi bencana. Ironisnya, banyak jurnalis yang turun ke daerah bencana tidak
dibekali pengetahuan yang cukup tentang bagaimana teknik meliput dan melindungi
diri di daerah bencana.
“Persiapkan banyak hal. Jangan sampai niat
wawancara korban bencana, malah sebaliknya kita merepotkan mereka karena minim
persiapan,” ucap Abdi Purmono.
Seorang jurnalis
sejatinya wajib mengenali lokasi bencana yang hendak diliput. Mengetahui akses
atau jalur masuk ke dan keluar dari lokasi bencana yang aman bisa menghindarkan
jurnalis dari bahaya di lapangan. Memahami karakter bencana, seperti longsor, banjir,
erupsi erupsi gunung berapi, memiliki skala risiko yang berbeda. Peristiwa
erupsi gunung api di musim hujan memungkinkan terjadinya bencana susulan
seperti banjir lahar hujan.
Mematuhi aturan yang
ditetapkan pihak berwenang. Hal ini berkaitan dengan zona aman bencana yang
ditetapkan pemerintah. Ada beberapa peristiwa kematian yang dialami beberapa
jurnalis peliput bencana, terutama saat terjadi erupsi gunung berapi. Sikap sok
jagoan dan semangat tinggi tanpa disadari pengetahuan dan kepatuhan terhadap
peraturan zona aman, misalnya, justru bisa menjadi bumerang bagi jurnalis
peliput bencana.
Sikap dan tindakan
tersebut bisa menjadi sebuah kenekatan, kecerobohan, dan sekaligus kekonyolan
yang berbuah bencana bagi jurnalis, entah itu
sekaligus kecerobohan yang berbuah kecelakaan dan kematian bagi pribadi
jurnalis.
Logistik yang cukup,
seperti ketersediaan air mineral dan kudapan kaya nutrisi penting dibawa untuk
menjaga tubuh jurnalis agar tidak mengalami dehidrasi dan kehabisan energi
selama bekerja meliput peristiwa bencana. Obat-obatan, minimal obat-obatan P3K,
bisa menyelamatkan diri jurnalis dari serangan penyakit dan bisa juga menolong
warga yang jadi korban.
HINDARI
BENCANA JURNALISME
Jurnalis sangat patut
memperhatikan secara saksama informasi kebencanaan resmi yang dirilis
pemerintah. Disiplin konfirmasi dan verifikasi wajib dilakukan supaya jurnalis
terhindar melakukan kekonyolan “bencana jurnalisme” karena sembarangan
mempublikasikan informasi yang simpang siur menjadi berita. Berita yang tidak
akurat bisa memperbesar kepanikan masyarakat.
Meliput korban bencana
dengan berempati, bukan mengeksploitasi. Seringkali jurnalis mengawali
pertanyaan kepada korban dengan kalimat bagaimana perasaan yang dirasakan
korban. Ada lagi kebiasaan menanyakan firasat pada korban. Ini jenis pertanyaan
klise yang naif dan mengandung kebodohan nalar. Tentu saja jurnalis bisa
memprediksi jawaban korban tentang perasaannya. Sedangkan firasat tidak relevan
dengan peristiwa kecuali sang jurnalis memang penyuka dunia klenik.
Selain itu, dalam
perpekstif korban, pertanyaan semacam
itu menunjukkan sikap tak berempati. Bentuk simpati dan empati lain yang bisa
dilakukan jurnalis adalah tidak mengeksploitasi korban dengan gambar sarat
kepiluan.
Jurnalis di Malang Raya
bisa belajar bagaimana televisi nasional Jepang, NHK, menyajikan berita-berita
gempa bumi dan tsunami Maret 2011. NHK tidak menayangkan gambar mayat
bergelimpangan, tayangan gambar pun minim orang-orang yang menangis
meraung-raung.
Pemberitaan bencana
justru menggambarkan keteguhan dan keinginan kuat pemerintah dan rakyat Jepang
untuk cepat bangkit dari kepedihan dengan bekerja cepat dan tepat. Bayangkan
rakyat Jepang yang terkena bencana masih bisa berbaris rapi dalam antrean hanya
untuk mendapatkan satu jiriken air bersih dan sepotong roti. Pemulihan mental
dan penanganan pasca-bencana menjadi berita yang lebih diutamakan dalam masa
“tanggap darurat” tersebut.
Hal serupa dilakukan hampir
semua media di Jepang. Mereka seakan memberi pesan kepada bangsa-bangsa lain
bahwa mereka bangsa yang kuat dan sanggup bangkit dengan cepat untuk memulihkan
diri dan membangun kembali.
Hal tersebut juga
bermakna ganda media bahwa media dalam memberitakan juga tetap menjaga etika
pemberitaan.
Hanya 1 USER ID Bisa Main Semua Game Ini.
ReplyDeleteLIVE CASINO
SPORTBOOK
POKER
SABUNG AYAM
TANGKAS
SLOT GAMES
BATU GONCANG
NUMBER GAME
HOT PROMO CANDI4D :
Bonus New Member 10%
Bonus Deposit HARIAN 10%
BONUS Candi4D :
Bonus 1 Minggu Sekali!!!
Bonus Rollingan up to 0.8% ( Casino )
Bonus 2 Minggu Sekali!!!
-Bonus Rollingan Sport 0.3%
-Bonus Rollingan Poker 0.3%
-Bonus Rollingan Sabung Ayam 0.3%
-Bonus Rollingan Tangkas 0,3%
-Bonus Rollingan Slotgame 0,3%
BONUS CASHBACK ( SETIAP HARI SENIN )
-Bonus CashBack up to 15% ( Games & Tangkas )
-Bonus CashBack up to 15% ( Sportbook )
-Bonus CashBack up to 15% ( Sabung Ayam )
BONUS REFERRAL
-Bonus Referral Togel :
–4D & COLOK : 1%
–2D & 3D : 0.5%
-Bonus Referal up to 2% ( Sportbook & Sabung Ayam )
Discount TOGEL untuk Pasaran :
SENTOSA 4D – SENTOSA TOTO – SINGAPORE – FINLANDIA
Discount 4D : 66.00% , 3D : 59.50% , 2D : 29.50%
SYDNEY – HONGKONG
Discount 4D : 66.00% , 3D : 59.00% , 2D : 29.00%
Min Depo : Rp 25.000,-
Min WD : Rp 50.000,-
Ayo bergabung bersama kami! Rasakan pengalaman judi yang berbeda :)
Line : CANDI_4D
Instagram : cscandi4djitu
WWW. CANDIJITU. COM
Pelayanan 24 jam online :)