26 Nov 2012

Kekerasan Meningkat, Jurnalis Mengadu kepada Tuhan


TEMPO.CO, Malang - Puluhan jurnalis di Kota Malang dan sekitarnya yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Anti-Kekerasan (AJAK) mengadu kepada Tuhan YME untuk mengeluhkan meningkatnya kasus kekerasan yang dialami jurnalis. Terakhir, jurnalis Harian Metro, Aryono Linggoto alias Ryo, tewas dengan 14 tusukan di Manado, Ahad, 25 November 2012.


Aksi keprihatinan itu digelar di depan patung sastrawan Chairil Anwar di Jalan Basuki Rachmad, Kota Malang. "Kami jenuh, mengadu ke aparat percuma. Banyak kasus kekerasan jurnalis yang menguap," kata koordinator aksi yang juga koordinator Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang, Hari Istiawan, Senin, 26 November 2012.

Para jurnalis juga menggelar doa bersama untuk keselamatan para jurnalis lainnya dan mendoakan Ryo. Mereka juga melakukan ritual ruwatan, membakar dupa, dan menabur bunga setaman. "Agar dijauhkan dari kesialan," katanya.

Dalam aksinya para jurnalis berorasi serta membentangkan poster dan spanduk. Termasuk memampang foto jurnalis yang menjadi korban kekerasan namun hingga kini tak terungkap pelakunya. Di antaranya Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin, wartawan harian Bernas Yogyakarta 1996, Naimullah wartawan harian Sinar Pagi (1997), Agus Mulyawan, wartawan Asia Press (1999), Muhammad Jamaluddin, kamerawan TVRI(2003), Ersa Siregar, wartawan RCTI (2003), Herliyanto, wartawan lepasTabloid Delta Pos Sidoarjo (2006), Alfred Mirulewan, wartawan tabloidPelangi (2010), dan Ridwan Salamun, kontributor SunTV dan RCTI (2010).

Mereka menuntut kasus itu diungkap secara tuntas dan transparan serta mencegah praktek impunitas, atau kejahatan tanpa hukuman. Peserta aksi juga menuntut perlindungan profesi terhadap jurnalis, penegakan Undang-Undang Pers, serta menuntut perusahaan media memberikan perlindungan kepada pekerja pers. "Mengimbau jurnalis bekerja profesional dan mematuhi kode etik," ujarnya.

Hari menyebutkan pelaku kekerasan meliputi aparat militer, polisi, organisasi massa, dan masyarakat sipil. Ia juga mengajak masyarakat untuk menghormati kerja jurnalis untuk menyampaikan informasi kepada publik.

Meningkatnya aksi kekerasan menempatkan Indonesia di urutan ke-146 dalam indeks kebebasan pers dunia, anjlok dibandingkan 2011 ketika menempati peringkat 117. Posisi terbaik Indonesia terjadi pada 2002, menempati peringkat ke-57 dari 139 negara.

Catatan AJI Indonesia, sejak Januari hingga Oktober 2012 terjadi 57 kasus kekerasan. Bandingkan dengan 2011, yang tercatat 49 kasus. Sedangkan Dewan Pers mencatat selama Oktober-November terjadi 10 kasus kekerasan. Mengakhiri aksinya, mereka melaporkan kasus kekerasan kepada patung Chairil Anwar. "Percuma, manusia, aparat penegak hukum tak bisa diajak bicara," kata Hari.

EKO WIDIANTO

http://www.tempo.co/read/news/2012/11/26/063444118

No comments:

Post a Comment