24 Aug 2009

TVRI yang Terlupakan

KOMPAS, Senin, 24 Agustus 2009 02:54 WIB

Oleh Retno Intani ZA

Komisi Penyiaran Indonesia dan Dewan Pers menyesalkan liputan langsung televisi atas perburuan teroris dan dinilai telah membingungkan masyarakat serta mengganggu penyelidikan (Kompas, 13/8/2009).

Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah peristiwa mendominasi siaran televisi swasta, sejak pemilu, pemilihan presiden, pesawat latih jatuh, bom Kuningan, penyergapan teroris, dan lainnya. Sementara TVRI sebagai stasiun milik negara tidak ”seagresif” itu. Mengapa?

Ada dua alasan, yaitu ketidakberdayaan dan kesengajaan. Salah satu faktor ketidakberdayaan itu karena sarana-prasarana yang ada tidak bisa diajak bergerak cepat dan seharusnya menjadi perhatian negara. Sementara alasan kesengajaan karena TVRI sengaja tidak menyiarkan berita yang dinilai tidak sesuai visi dan misi TVRI sebagai TV publik.

Sebagai TV publik, TVRI wajib melayani masyarakat dengan informasi yang mencerahkan dan mencerdaskan. Karena itu, sudut penyajian juga harus didasarkan atas hak untuk mengetahui (the right to know) dan berorientasi kepentingan publik. Karena itu, nilai-nilai solidaritas dan kepedulian sosial harus tampak dalam acara yang disajikan. Dialog ditampilkan tanpa menghakimi. Hal-hal inilah yang membedakan TV publik dengan TV swasta.

Keterlibatan masyarakat

Lalu, bagaimana kehadiran TV publik di tengah hegemoni kapitalisme dan gempitanya persaingan penyiaran televisi? Ketika masyarakat jenuh dengan aneka informasi yang ”membingungkan”, hiburan yang hedonis, maka TV publik menghadirkan program yang ”mencerahkan” dan memberi alternatif. Masalahnya, masih menarikkah TV publik bagi masyarakat?

Dalam membuat program- program, TV publik melibatkan masyarakat untuk merencanakan isi dan kemasan. Perdebatan untuk mengemas acara amat diperlukan agar nilai-nilai kepublikan mengkristal sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Untuk program anak Sesame Street, misalnya, dibicarakan lebih dulu dengan para pakar pendidikan anak. Dengan demikian, hak publik untuk berekspresi (the right to express) tersalurkan.

Sementara upaya mempercepat penyajian guna memenuhi hak publik untuk mengetahui tentu diperlukan sarana memadai. Stasiun penyiaran TV publik seharusnya memiliki peralatan dan teknologi yang sesuai kebutuhan zaman agar informasi bisa dikemas dan disampaikan cepat seiring kepentingan publik yang terus berkembang.

Namun, sebagai lembaga milik negara, dana operasional TV publik berasal dari pemerintah maupun masyarakat yang menjadikan publik sebagai bagian pemilik (the ownership). Dalam Pasal 15 UU Penyiaran No 32/2002 disebutkan, pembiayaan lembaga penyiaran publik antara lain berasal dari iuran penyiaran dan APBN. Hal ini sesuai konsep kelembagaan TV publik.

Diakui, untuk menghasilkan program bermutu dengan kualitas bagus diperlukan dana besar. Setiap hari siaran TV publik sebanyak 20 jam dan diperlukan dana Rp 1,2 triliun per tahun. Perhitungan ini berdasar asumsi, lembaga ini memerlukan riset dan narasumber yang kompeten untuk TV publik. Kini, operasional program dari APBN berkisar Rp 290 miliar.

Independen

Kini, TVRI sedang berproses menjadi TV publik yang dicanangkan 24 Agustus 2006. Maka, meski lembaga ini milik negara, tetapi tetap netral, independen, dan tidak komersial. Semula TVRI dikenal sebagai corong pemerintah, perusahaan jawatan, dan perseroan terbatas yang cenderung komersial.

Memasuki usia ke-47 TVRI atau ke-3 TV publik, lembaga ini diharapkan mampu mencerahkan dan mencerdaskan masyarakat. TV publik juga diharapkan tidak bergantung kepada kepentingan penguasa atau industri komersial, selain harus memberi hiburan yang sehat, serta menjadi perekat sosial sekaligus melestarikan budaya bangsa.

Untuk memenuhi harapan itu, diperlukan niat baik pemerintah, DPR, dan masyarakat, serta dana memadai guna menghasilkan aneka terobosan tontonan kreatif bagi masyarakat. Dengan demikian, masyarakat diharapkan mendapat manfaat dari siaran TV publik.

TVRI kini diposisikan sebagai rumah besar masyarakat Indonesia untuk mengekspresikan jati diri bangsa Indonesia. Saatnya kita kembali memerhatikan siaran TVRI.

Retno Intani ZA Anggota Dewan Pengawas TVRI

http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/24/02543179/tvri.yang.terlupakan

No comments:

Post a Comment