25 Feb 2009

Inkonstitusional, Sanksi Media Wajib Tayangkan Kampanye

24 Februari 2009 - 15:20 WIB

Hervin Saputra

VHRmedia, Jakarta – Mahkamah Konstitusi menghapus sebagian pasal Undang-Undang 10/2008 tentang Pemilu DPR, DPRD, dan Dewan Perwakilan Daerah yang mengatur sanksi terhadap media massa soal penayangan iklan kampanye. Pasal tersebut dianggap melanggar Pasal 28 UUD 1945.

“Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Machfud MD saat membacakan putusan permohonan uji UU Pemilu di Jakarta, Selasa (24/2).

Permohonan uji UU Pemilu diajukan 8 pemimpin redaksi media cetak, yaitu Tarman Azzam (Terbit), Kristanto Hartadi (Sinar Harapan), Ratna Susilowati (Rakyat Merdeka), Badiri Siahaan (Media Bangsa), Marthen Selamet Susanto (Koran Jakarta), Dedy Pristiwanto (Warta Kota), dan Ilham Bintang (tabloid Cek & Ricek).

Para pemimpin redaksi tersebut menggugat isi Pasal 93 Ayat 3 UU Pemilu yang menyatakan media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib memberikan kesempatan yang sama terhadap peserta pemilu dalam penayangan iklan kampanye. Menurut pemohon, pasal tersebut tidak memberikan solusi jika peserta kampanye tidak memiliki biaya atau tidak ada lembaga yang mau bekerja sama dalam bentuk iklan layanan masyarakat.

Pemohon keberatan terhadap aturan yang memberikan sanksi terhadap media massa jika tidak memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh peserta pemilu untuk menayangkan iklan kampanye. Aturan sanksi yang diatur dalam Pasal 98 Ayat 2, 3, dan 4, serta Pasal 99 Ayat 1 dan Ayat 2 UU No 10/2008 menjadi inti gugatan pemohon.

Menurut hakim, Pasal 98 Ayat 2 yang mengatur pemberian sanksi oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Sebab, kata “atau” dalam pasal tersebut memunculkan alternatif penjatuh sanksi antara KPI dan Dewan Pers. Hal ini memungkinkan kedua lembaga itu menjatuhkan sanksi yang berbeda.

“Sesuai kedudukan dan fungsinya, Dewan Pers menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 (tentang Pokok Pers) tidak berwenang menjatuhkan sanksi kepada pers, khususnya media cetak,” kata hakim Mufthie Fadjar saat membacakan pendapat Mahkamah Konstitusi.

Hakim menilai Pasal 98 Ayat 4 UU 10/2008 menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum. Sebab, pasal tersebut memberikan kewenangan terhadap Komisi Pemilihan Umum, KPUD provinsi dan kabupaten/kota untuk menjatuhkan sanksi terhadap media massa, jika KPI dan Dewan Pers tidak memberikan sanksi selambatnya 7 hari sejak ditemukan bukti pelanggaran. “Rumusan tersebut mencampuradukkan kedudukan dan kewenangan antara KPU, KPI, dan Dewan Pers,” ujar Mufthie Fadjar.

Pasal lainnya yang dihapus oleh Mahkamah Konstitusi adalah Pasal 98 Ayat 3, Pasal 99 Ayat 1, dan Pasal 99 Ayat 2. Pasal 99 Ayat 1 mengenai jenis sanksi dianggap hanya relevan untuk media penyiaran. Sanksi tersebut tidak sesuai untuk media cetak karena terkesan disalin
(copy paste) dari sanksi untuk media penyiaran. (E1)

http://www.vhrmedia.com/Inkonstitusional-Sanksi-Media-Wajib-Tayangkan-Kampanye-berita632.html

No comments:

Post a Comment