15 Sept 2009

Presiden Mau RUU Diperbaiki


KOMPAS, Selasa, 15 September 2009 03:19 WIB

Jakarta, Kompas - Presiden menyetujui perlunya dilakukan perbaikan atas Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara sebelum dijadikan undang-undang yang mengikat sehingga tidak menimbulkan masalah baru setelah diberlakukan. Pengambilan keputusan terkait RUU itu juga diharapkan tidak dilakukan terburu-buru.

Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana dan Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng mengemukakan hal itu pada kesempatan terpisah, Senin (14/9) di Jakarta.

Denny mengatakan, Presiden sudah menerima surat atau petisi dari 70 tokoh serta memahami masukan yang diberikan. ”Prinsipnya, Presiden setuju perlunya dilakukan perbaikan terhadap RUU Rahasia Negara sebelum menjadi UU yang mengikat,” ujar Denny.

Menurut Denny, Presiden menegaskan bahwa keberadaan UU Rahasia Negara harus menguatkan demokratisasi, bukan justru memundurkannya. Karena itu, Presiden akan mengkaji perlunya dilakukan perbaikan atas RUU yang sekarang ada.

Presiden berpendapat, kata Denny, masukan masyarakat perlu benar-benar dipertimbangkan. Jika masih terdapat ganjalan, perbaikan perlu dilakukan melalui proses legislasi yang melibatkan dan mendengar lebih banyak pemangku kepentingan.

Sementara Andi menjelaskan, dalam satu dua hari ini Presiden akan meminta Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono untuk menjelaskan sejumlah masalah yang dipersoalkan masyarakat terkait RUU Rahasia Negara. Presiden minta penyusunan UU Rahasia Negara dapat diselesaikan dengan mempertimbangkan semua aspek yang perlu. ”Jangan diputuskan dalam situasi yang terburu-buru sehingga hal-hal yang substantif ada yang luput dipertimbangkan,” katanya.

Takkan buru-buru

Fraksi Partai Demokrat DPR mengaku bisa memahami berbagai kecaman, gugatan, dan kekecewaan yang datang dari berbagai elemen masyarakat sipil terkait keberadaan RUU Rahasia Negara. Pihaknya akan meminta pemerintah untuk lebih memerhatikan masukan dan kecaman masyarakat tersebut untuk kemudian dijadikan bahan pertimbangan.

”Kalau semua aspirasi masyarakat itu belum bisa disikapi, tentunya kami dari Fraksi Partai Demokrat tidak akan setuju RUU Rahasia Negara segera dimajukan ke paripurna, apalagi buru-buru disahkan. Walau bagaimanapun, segala bentuk kekhawatiran dan masukan masyarakat harus disikapi. Kami tidak menghendaki ada protes masyarakat sekeras itu, makanya harus ditindaklanjuti,” ujar Syarif Hasan, Ketua Fraksi Partai Demokrat.

Menanggapi sikap Fraksi Partai Demokrat, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jaleswari Pramowardhani, menyambut gembira. Namun, pernyataan itu masih harus dibuktikan secara konkret.

Malah seharusnya, tambah Jaleswari, Partai Demokrat berani mendesak Presiden Yudhoyono menunda pengesahan dan pemberlakuan RUU Rahasia Negara itu. ”Jadi masyarakat bisa melihat Partai Demokrat sebagai parpol yang memperoleh suara terbesar dalam Pemilu 2009 kemarin memang benar-benar punya posisi tawar kuat,” katanya.

Jaleswari menekankan bahwa imbauan agar RUU tersebut ditunda dan tidak dipaksakan pengesahannya didasarkan pada pengalaman konkret publik ketika kontrol negara demikian kuat pada masa Orde Baru.

Tidak adil

Juwono Sudarsono menilai masyarakat sipil bersikap tidak adil dengan segala tuduhan mereka selama ini yang dialamatkan kepada pemerintah, terutama Presiden Yudhoyono.

Menurut dia, pemerintah tidak pernah memaksakan RUU Rahasia Negara cepat-cepat disahkan dan diberlakukan. ”Yang mendesak agar RUU Rahasia Negara bisa cepat selesai sebelum akhir September 2009 itu justru dari DPR (Komisi I), lho. Bukan pemerintah,” ujar Juwono.

Ia mengakui, ada pesan dari Presiden Yudhoyono terhadap dirinya agar terdapat keseimbangan antara keamanan dan kebebasan. Hal itu disampaikan Presiden setelah menerima surat petisi penolakan terhadap RUU Rahasia Negara dari 70 tokoh elemen masyarakat sipil.

Menurut Juwono, pihak-pihak yang menuduh seperti itu sangat tidak adil dan sekadar mencari panggung di media massa, sementara saat bertemu dengan pemerintah sebelumnya tidak menyatakan ada masalah.

Segera dicabut

Secara terpisah, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Adnan Buyung Nasution, meminta pemerintah mencabut pembahasan RUU Rahasia Negara. Selain karena UU Rahasia Negara itu tidak dibutuhkan, potensi penyalahgunaan kekuasaan amat besar jika RUU itu disahkan. ”Pembahasan RUU Rahasia Negara amat dipaksakan,” kata Buyung kepada Kompas di Jakarta, Senin.

Ia menyebutkan, substansi yang mau diatur dalam RUU Rahasia Negara sebaiknya dimuat dalam peraturan pemerintah sebagai tindak lanjut dari UU Kebebasan Mencari Informasi Publik. ”Tidak sinkron kalau ada UU Rahasia Negara, tapi juga ada UU Kemerdekaan Mencari Informasi Publik,” kata Buyung.

Ia mengingatkan petunjuk Presiden kepada para menteri untuk tidak mengambil keputusan strategis. ”Membahas dan memutuskan suatu undang-undang adalah putusan strategis. Jadi, sebaiknya pembahasan undang-undang oleh para menteri dihentikan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan pengamat politik Arbi Sanit. Ia merasa heran mengapa Presiden belum juga mengambil langkah untuk menghentikan pembahasan RUU Rahasia Negara yang dikecam banyak masyarakat. ”Kalau Presiden SBY benar-benar prokebebasan pers, seharusnya segera mengintervensi,” katanya.

Intervensi yang dapat dilakukan Presiden pertama-tama adalah meminta fraksinya, yaitu Fraksi Partai Demokrat, untuk menolak melanjutkan pembahasan RUU Rahasia Negara.

Kemudian, Yudhoyono juga bisa mengondisikan partai-partai koalisi untuk juga menolak melanjutkan pembahasan RUU Rahasia Negara. Pengondisian itu bisa dilakukan karena koalisi yang dibangun Yudhoyono setelah Pemilu Presiden 2009 adalah masih sama, bahkan lebih besar. (DAY/SUT/BDM/DWA)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/15/03190978/presiden.mau.ruu.diperbaiki

Berita terkait:

Tampaknya Perlu Dialog dengan Masyarakat Pers
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/15/04280249/tampaknya.perlu.dialog.dengan.masyarakat.pers

No comments:

Post a Comment