23 Mar 2009

AJI Malang Sesalkan Pemanggilan Wartawan oleh Panwaslu Kota Batu

BATU — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang menyesalkan pemanggilan dua wartawan di Kota Batu oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) setempat terkait pemberitaan keterlibatan seorang pegawai negeri dalam kampanye Partai Demokrat, Kamis (19/3).

Kedua wartawan, Ahmad Yahya alias Yayak (Radar Malang) dan Maman Adi Saputro (Seputar Indonesia), diundang dua kali untuk hadir di kantor Panwaslu, Sabtu (21/3) dan Senin (23/3).

Menurut Hari Istiawan, Sekretaris AJI Malang, pemanggilan itu tidak tepat. Walau disebut sebagai undangan, seharusnya Panwaslu memahami bahwa wartawan yang sedang menjalankan kegiatan jurnalistik tidak bisa begitu saja dijadikan saksi.

AJI mendesak Panwaslu menyelesaikan persoalan tersebut melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam Undang-Undang Pers disebutkan bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari mana pun.

“Panwaslu mengklaim surat itu sebagai undangan yang tak mengandung paksaan, tapi kedua wartawan mendapat dua kali undangan. Berdasarkan UU Pers, bisa saja Panwaslu dianggap melakukan campur tangan atau intervensi dan juga pemaksaan pada kedua wartawan,” kata Hari, Senin (23/3).

Kedua surat undangan pertama yang diterima Yayak dan Maman bernomor sama: 270/04/Laporan/Panwaslu/III/2009, tanpa pencantuman tanggal surat. Panwaslu menggunakan surat Model C KWK-3, yang ditandatangani HR Istamu, Ketua Panwaslu Kota Batu.

Undangan Panwaslu dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, serta Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2007.

Yayak dan Maman hanya diminta hadir pada Sabtu (21/3), pukul 14.00 Wib, di Kantor Panwaslu Kota Batu, untuk bertemu dengan anggota Panwas. Mereka diundang untuk klarifikasi, namun tak diperjelas klarifikasi apa yang diinginkan Panwaslu. Sudah begitu, Panwaslu keliru menyebutkan domisili Yayak, yang seharusnya di Kota Malang, tapi disebutkan di Batu.

Surat kedua bernomor 005/08/UND/PANWASLU/III/2009, tanggal 22 Maret 2009. Panwaslu menggunakan surat model A-4, perihal undangan klarifikasi kedua.

Panwaslu menggunakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Nama kedua wartawan tetap disingkat dan tak pula disebutkan tujuan undangan. Tempat domisili Yayak tetap keliru ditulis.

“Secara formal, surat resmi dari lembaga negara seperti Panwaslu, seharusnya menyebutkan nama lengkap dan kapasitas orang yang diundang, serta harus diperjelas apa maunya Panwaslu. Tak bisa begitu saja Panwaslu mengundang kedua wartawan sebagai rakyat belaka, bukan sebagai wartawan, dan mendadak menyerahkan undangan saat si wartawan mau menindaklanjuti pemberitaan atau melakukan running news di kantor Panwaslu. Ini berdasarkan pengakuan kedua wartawan.”

AJI Malang menyarankan pada Panwaslu untuk menggunakan berita yang ditulis kedua wartawan sebagai bahan atau materi pemeriksaan. Panwaslu tak perlu mengundang kedua wartawan karena mereka telah menulis berita secara prosedural. “Lain soal jika wartawan kerjanya ngawur, apalagi sampai melakukan pemerasan atau penipuan, ia dapat diperlakukan seperti kriminal lainnya,” Hari menegaskan. Panwaslu disarankan Hari untuk mencari saksi-saksi di luar wartawan.

Kepada Tempo, Adi Wiyono dari Bidang Pengawasan Panwaslu Kota Batu menyatakan bahwa pemanggilan terhadap Yayak dan Maman sebatas undangan. Keduanya berhak menolak untuk hadir dan Panwaslu tetap akan mengusut kasus tersebut dan melimpahkannya ke polisi.

“Karena mereka tetap tak datang juga, kami akan melayangkan surat undangan klafikasi ketiga. Jika tak datang juga, maka semua berkas laporan dan berkas klarifikasi dan kajian tetap kami limpahkan kepada kepolisian,” kata Wiyono, yang masih bekerja sebagai wartawan sebuah tabloid lokal di Batu.

Wiyono menegaskan pula bahwa Panwaslu hanya membutuhkan keterangan tambahan dari kedua wartawan sehubungan dengan terlibatnya seorang dokter berstatus pegawai negeri dalam kampanye Partai Demokrat di Balai Kelurahan Sisir, Kecamatan Batu, Kamis (19/3).

Panwaslu sendiri sudah meminta klarifikasi pada dua pengurus Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat setempat. Ia pun memastikan akan mengajukan saksi dari pengawas pemilu lapangan bernama Sutrisno, andai Yayak dan Maman menolak memenuhi undangan Panwaslu. (Abdi Purmono)

No comments:

Post a Comment