14 Dec 2010

Jasa Tirta I Didemo soal Liputan Xanana


Selasa, 14 Desember 2010 11:14 WIB

MALANG — Puluhan wartawan media cetak dan elektronik yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Malang Raya (AJMR) berunjuk rasa di depan Kantor Perum Jasa Tirta I (PJT I), Senin (13/12). AJMR meminta humas PJT I diganti karena selama ini terkesan alergi dengan wartawan. AJMR terdiri atas Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang, Jurnalis Kanjuruhan Kabupaten Malang, Forum Wartawan Kota Malang, dan Forum Wartawan Kota Batu.

Unjuk rasa ini merupakan buntut kekecewaan awak wartawan terhadap tindakan PJT I saat kedatangan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao, Jumat (10/12) silam. ’’Ada pembatasan media yang boleh meliput. Itu termasuk diskriminasi dan bisa memecah-belah solidaritas sesama wartawan. Tindakan ini juga menghambat kerja jurnalis yang menodai kemerdekaan pers sebagaimana diatur dalam UU No 40/ 1999 tentang Pers,” urai Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang Abdi Purmono yang biasa dipanggil Abel.

Dalam kunjungan Xanana di Kantor Perum Jasa Tirta I, dengan alasan ruangan terbatas, hanya lima wartawan ber-id card yang diperbolehkan meliput. Pengurusan id card juga tak transparan, sementara Kepala Humas Perum Jasa Tirta I dan Kasubag Media Biro Humas dan Protokoler Provinsi Jawa Timur saling lempar tanggung jawab atas hal ini. AJMR meminta direksi Jasa Tirta I mengganti pejabat humas karena tidak kompeten.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Eko Nurcahyo menambahkan, perlakuan diskriminatif dirasakan wartawan saat mengurus kartu identitas peliputan mulai di PJT I sampai di Kodim 0833 Kota Malang. ’’Jasa Tirta yang diharapkan bisa membantu malah bersikap tidak terbuka dan tidak kooperatif. Padahal, sehari sebelum Xanana datang, wartawan sudah baik-baik mendatangi kantor Jasa Tirta untuk mengurusnya, tapi kami dipingpong,” kata Eko. Pihak PJT I enggan menemui para wartawan yang berunjuk rasa. zar

http://surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=08148d97e8d8dbf212548b8a545ae0b3&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

13 Dec 2010

Publik Tak Bisa Langsung ke Polisi

Laporan wartawan KOMPAS.com Caroline Damanik

Senin, 13 Desember 2010 13:19 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian Republik Indonesia akan segera menandatangani nota kesepahaman dengan Dewan Pers dalam penanganan laporan publik terhadap pers.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Iskandar Hasan mengatakan, nota ini masih dalam rancangan dan tinggal menunggu tanda tangan Kapolri. "Kita merancang MOU dengan Dewan Pers khusus menangani kasus-kasus berkaitan dengan media. Selama ini orang-orang bisa langsung ke polisi, ke depan enggak boleh ujug-ujug lagi. Harus ada proses," ungkapnya di Kantor Menko Polhukam, Senin (13/12/2010).

Polisi dan Dewan Pers akan mengembangkan pola-pola mediasi terlebih dulu untuk menyelesaikan konflik dan mengoptimalkan fungsi hak jawab. Jika proses awal ini tidak bisa berjalan, barulah pihak polisi akan memproses secara hukum dan Dewan Pers akan berfungsi sebagai saksi ahli. "Jadi jangan sampai ke depan kasus-kasus jurnalis tidak ada pegangan, tapi ada proses. Jadi masyarakat menyadari solusi dalam konflik dengan pers itu bisa terwujud," tambahnya.

http://nasional.kompas.com/read/2010/12/13/13193071/Publik.Tak.Bisa.Langsung.ke.Polisi

Wow, Ada 20.000 Aduan soal Siaran TV




Laporan wartawan KOMPAS.com Caroline Damanik
Senin, 13 Desember 2010 12:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Dadang Rahmat Hidayat mengatakan, angka pengaduan terhadap isi siaran televisi dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun lalu saja, peningkatannya mencapai lebih dari 200 persen.

Pada tahun 2007, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mencatat ada 1.300 aduan, meningkat hampir tiga kali lipat pada tahun 2008 menjadi 3.500 aduan. Pada 2009, angkanya meningkat lagi menjadi 7.500 aduan. Angkanya terus meningkat menjadi 20.000 aduan sampai November 2010.

"Artinya, konten media massa itu masih bermasalah," ungkapnya di diskusi bertajuk "Kontroversi Konten Media Massa pada Era Kebebasan Pers" di Kantor Menko Polhukam, Senin (13/12/2010).

Namun, Dadang menegaskan, perlu diingat bahwa isi siaran televisi bukan hanya berita jurnalistik yang disebut pers. Pada faktanya, aduan-aduan tersebut yang paling banyak terkait infotainment, sebanyak lebih dari 80 persen. Aduan lainnya juga terkait sinetron dan reality show. Yang terkait pemberitaan hanya sekitar 4 persen.

"Khusus program faktual, yang paling banyak diadukan adalah unsur kekerasan dan konflik, atau mengandung nilai cabul, lalu mengandung rekayasa. Biasanya nilai berita tinggi, tapi tidak mempertimbangkan aspek-aspek sosial lainnya. Lalu tidak jelasnya fakta dan opini," tambahnya.

Dadang menilai kebebasan berekspresi dan informasi yang dijamin UU penyiaran belum dioptimalkan oleh lembaga penyiaran. Padahal, televisi berfungsi sebagai lembaga yang mencerdaskan.

http://nasional.kompas.com/read/2010/12/13/12043643/Wow..Ada.20.000.Aduan.soal.Siaran.TV

Puluhan Wartawan Malang Protes Perum Jasa Tirta

ANTARA, 13 Des 2010 16:34:18 Sospol Dibaca 30 kali
Penulis : Endang Sukarelawati

Malang - Puluhan wartawan dari media cetak dan elektronik di wilayah Malang Raya (Kota dan Kabupaten Malang serta Kota Batu) melakukan protes ke Perum Jasa Tirta (PJT) I di Jalan Surabaya Kota Malang, Senin.

Wartawan tersebut memprotes pembatasan jumlah wartawan ketika PJT I menerima kunjungan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao beserta rombongannya, Jumat (10/12).

Mereka menggelar aksinya mulai sekitar pukul 10.30 WIB yang ditutup dengan doa bersama dengan tujuan PJT I maupun instansi lainnya tidak melakukan diskriminasi terhadap wartawan ketika melakukan tugas jurnalistiknya.

Puluhan wartawan gabungan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Forum Wartawan Kota Malang, dan Forum Wartawan Kota Batu serta Jurnalis Kanjuruhan itu juga menyatakan sikapnya terkait diskriminasi peliputan tersebut.

Dalam pernyataan sikapnya yang dibacakan oleh koordinator aksi Abdi Purnomo disebutkan, pembatasan jumlah wartawan merupakan diskriminasi yang dapat mencegah solidaritas sesama wartawan dan menghambat kerja jurnalis, yang notabene menodai kemerdekaan pers sebagaimana dijamin dan dilindungi dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang pers.

Menurut dia, siapa pun yang melanggar pasal 4 ayat 3 itu dipidana dua tahun penjara paling lama 2 tahun atau didenda maksimal Rp 500 juta sebagaimana disebutkan dalam pasal 18 ayat 1. Itu jelas dalam UU Pers.

Selain itu, puluhan wartawan tersebut juga meminta agar kejadian serupa tidak terulangi lagi. Kasus diskriminasi ini mencerminkan bahwa Biro Humas dan Protokoler Pempov Jatim dan Humas PJT I tidak profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Sementara itu Ketua PWI Malang Eko Nur Cahyo dalam orasinya mengimbau kepada semua pihak untuk selalu menghormati perundang-undangan yang berlaku dan melindungi jurnalis dalam menjalankan profesinya di Malang Raya.

"Semua instansi harus terbuka dan siap menerima kritik, sebab para jurnalis dalam menjalankan tugasnya tetap mengedepankan kode etik jurnalistik yang ada," katanya.

Oleh karena itu, tegas Eko, para jurnalis di Malang Raya harus tetap bersatu membangun solidaritas dan kerja sama untuk menghadapi diskriminasi, tindak kekerasan serta segala bentuk pelecehan lainnya yang bertentangan dengan kemerdekaan pers.

Selain orasi, puluhan wartawan itu juga membawa poster bertuliskan protes. Di antaranya, stop Diskriminasi Pers, copot Humas Jasa Tirta I, Humas Pemprov Jatim dan Jasa Tirta I dzalim, bubarkan saja.

Dalam aksinya yang dijaga ketat personel kepolisian itu, para jurnalis juga melakukan tabur bunga di atas Id Card masing-masing wartawan yang dikumpulkan di depan kantor PJT I.

"Kami sangat menyesalkan sikap Perumm PJT I maupun Humas Pemprov Jatim, kenapa sampai saat ini masih ada pihak yang berbuat seperti itu,apalagi ini instansi yang cukup bonafit," kata Eko menambahkan.

http://www.antarajatim.com/lihat/berita/50593/puluhan-wartawan-malang-protes-perum-jasa-tirta

Foto-Foto Aksi Aliansi Jurnalis Malang Raya



Sekitar 40 jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Malang Raya melakukan unjuk rasa di depan Kantor Pusat Perum Jasa Tirta I (PJT I), Jalan Surabaya 2A, Kota Malang, pada Senin (13/12) pagi.

Unjuk rasa digelar untuk memprotes diskriminasi dalam kunjungan kerja Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao di PJT I pada Jumat (10/12), bertepatan dengan peringatan hari Hak Asasi Manusia, oleh Jasa Tirta dan Biro Humas dan Protokoler Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur. Diskriminasi dilakukan dengan membatasi jumlah wartawan peliput hanya lima orang.

Aliansi Jurnalis Malang Raya menilai diskriminasi itu melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang notabene pembentukannya merupakan amanat Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, serta regulasi tentang HAM.

Aliansi Jurnalis Malang Raya beranggotakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang, Jurnalis Kanjuruhan (JK) Kabupaten Malang, Forum Wartawan Kota Malang (FWKM), Forum Komunikasi Wartawan Batu (FKWB), serta para jurnalis media cetak dan elektronik yang tidak berhimpun dalam organisasi wartawan. (ajinews)

Puluhan Wartawan Demo ke Kantor PJT I


BERITA JATIM

Senin, 13 Desember 2010 14:15:26 WIB
Reporter : Yatimul Ainun



Malang (beritajatim.com) – Merasa diberlakukan tidak adil, puluhan wartawan, baik dari media cetak maupun elektronik, di Malang Raya, Senin (13/12/2010), melakukan aksi di depan kantor Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta 1 (PJT I), yang beralamat di Jl Surabaya 2A Kota Malang.

Puluhan kuli tinta itu memprotes pembatasan jumlah wartawan saat pihak PJT I menerima kunjungan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao beserta rombongannya. Aksi puluhan wartawan itu digelar sikar pukul 10.00 WIB. Dalam aksinya, dibacakan pernyataan sikap oleh koordinator Aksi Abdi Purmono.

Dalam pernyataan sikap itu, pembatasan jumlah wartawan dinilai sebagai bentuk diskriminasi yang dapat mencegah solidaritas sesama wartawan dan menghambat kerja jurnalis, yang notabene menodai kemerdekaan pers sebagaimana dijamin dan dilindungi dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang pers.

”Siapa pun yang melanggar pasal 4 ayat 3 itu dipidana dua tahun penjara paling lama 2 tahun atau didenda maksimal Rp 500 juta sebagaimana disebutkan dalam pasal 18 ayat 1. Itu jelas dalam UU Pers,” kata pria yang akrab disapa Abel itu.

Selain itu, tertulis juga dalam pernyataan sikap itu, puluhan wartawan meminta kejadian serupa jangan sampai terulangi lagi. ”Dengan kasus demikian, mencerminkan bahwa Biro Humas dan Protokoler Pempov Jatim dan Humas PJT I tidak profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya,” kata pria yang juga menjabat Ketua Aliansi Jurnalis Indepeden (AJI) Malang ini.

Selain Abdi Purmono, ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang, Eko Nur Cahyo, dalam orasinya juga menyampaikan, mengimbau kepada semua pihak untuk selalu menghormati perundang-undangan yang berlaku dan melindungi jurnalis dalam menjalankan profesinya di Malang Raya.

”Semua instansi harus terbuka dan siap menerima segala kritikan yang membangun. Karena jurnalis dalam menjalankan tugasnya tetap mengedepankan kode etik jurnalistik yang ada. Dari itu saya meminta agar para jurnalis di Malang Raya tetap bersatu membangun solidaritas dan kerjasama untuk menghadapi diskriminasi, tindak kekerasan serta segala bentuk pelecehan lainnya yang bertentangan dengan kemerdekaan pers,” tegasnya.

Selain orasi, puluhan wartawan itu juga membawa poster bertuliskan protes. Di antaranya: Stop Diskriminasi Pers. Copot Humas Jasa Tirta I, Humas Pemprov Jatim dan Jasa Tirta I Dzalim, bubarkan saja. Tidak hanya itu, dalam aksi yang dijaga ketat personel kepolisian itu, melakukan tabur bunga di atas Id Card masing-masing wartawan yang dikumpulkan di depan kantor PJT I.

Selanjutnya, puluhan wartawan itu melakukan doa bersama agar pihak Jasa Tirta I dan instasi yang terlihat diberikan kesadaran dan tidak kembali melakukan diskriminasi kepada wartawan khususnya di Malang Raya. [ain/but]

http://www.beritajatim.com/detailnews.php/8/Peristiwa/2010-12-13/86687/Puluhan_Wartawan_Demo_ke_Kantor_PJT_I

Berita Foto: Aksi Demo Aliansi Jurnalis Malang Raya



BERITA JATIM
13 Desember 2010 12:38:01 WIB


Kemerdekaan Pers

Fotografer : Yatimul Ainul

Puluhan wartawan dari berbagai media di Malang Raya, Senin (13.12/2010), menggelar aksi di depan Kantor Perusahaan Jasa Tirta I (PJT I) yang berlokasi di Jl Surabaya Kota Malang. Puluhan wartawan itu memprotes pembatasan wartawan dalam hal peliputan, saat PJT I menerima kunjungan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gosmao. Pembatasan dinilai sebagai bentuk diskriminatif.

http://www.beritajatim.com/fotoberita.php?newsid=3857

Aksi Solidaritas untuk Kemerdekaan Pers

ALIANSI JURNALIS MALANG RAYA

Memprotes Diskriminasi terhadap Jurnalis dalam Peliputan Kunjungan Kerja
Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao
di Kantor Pusat Perum Jasa Tirta I
Jumat, 10 Desember 2010

_________________________________________________________


KRONOLOGI

Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao bersama sejumlah menteri dan pejabatnya melakukan kunjungan kerja di Jawa Timur pada 10-11 Desember 2010.

Salah satu tempat yang dikunjungi beliau adalah Kantor Pusat Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I, biasa disingkat PJT I, yang beralamat di Jalan Surabaya 2A, Kota Malang, pada Jumat (10/12) atau bertepatan dengan peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia.

Perdana Menteri Xanana Gusmao dan rombongan jelas tamu negara, yang kunjungannya mempunyai nilai berita tinggi bagi pers. Namun, mayoritas jurnalis atau wartawan di Malang Raya justru tidak mengetahui persis tujuan utama kunjungan beliau di PJT I.

Upaya untuk mengetahui rencana dan tujuan kunjungan beliau sudah dilakukan pers dengan mendatangi kantor PJT I pada Kamis (9/12) siang atau sehari sebelum kunjungan Xanana. Wahyu Dutonoto alias Mas Totok, salah seorang staf Hubungan Masyarakat (Humas), menerima sekitar 25 jurnalis yang cukup lama menunggu dan sempat kesal karena petugas di bagian resepsionis menyarankan para jurnalis menghubungi Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Kemudian Mas Totok meminta para jurnalis mencatatkan nama dan nomor telepon pada selembar kertas untuk dibantu pengurusan kartu identitas (ID card) peliputan dan keperluan lainnya.

Jurnalis sempat dijanjikan akan disediakan bus jika Perdana Menteri Xanana Gusmao jadi mengunjungi Bendungan Karangkates alias Bendungan Sutami di Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang. Namun, mengenai kepastian jadwal, pengurusan kartu identitas peliputan, dan teknis keberangkatan bersama masih menunggu hasil koordinasi PJT I dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur di Surabaya.

Beberapa wartawan mencoba menghubungi kantor PJT I. Petugas penerima telepon menjawab pejabat berwenang yang memberi keterangan masih sedang rapat, tapi setelah dihubungi kembali ke nomor yang sama, petugas penerima telepon menyatakan pejabat dimaksud sudah pulang. Sedangkan Bapak Tri Hardjono, pejabat Hubungan Masyarakat, sama sekali tak menerima panggilan masuk ke handphone-nya.

Sore menjelang petang didapat kabar dari kantor PJT I bahwa kartu identitas peliputan diurus di Komando Distrik Militer (Kodim) 0833 Kota Malang, dengan tambahan informasi rombongan Xanana tak jadi mengunjungi Bendungan Sutami dan sebaliknya mengunjungi Bendungan Wlingi di Blitar.

Mas Totok yang dikonfirmasi mengenai kepastian informasi itu hanya meminta pers untuk menghubungi Pak Tri dengan alasan tak ingin melangkahi kewenangan Pak Tri.

Dalam kesimpangsiuran itu, didapat informasi dari Kodim 0833 bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur hanya menjatah kartu identitas peliputan hanya untuk lima wartawan sehingga wartawan lainnya ditolak. Petugas Kodim juga tidak menerima daftar nama wartawan dari kantor PJT I yang akan dibantu pengurusan kartu identitas peliputannya. Anehnya, sampai kunjungan Xanana berakhir tidak diketahui dengan pasti nama kelima wartawan yang beruntung.

Biasanya, sebagai contoh, dalam kunjungan Presiden dan Wakil Presiden, serta tamu negara asing setingkat presiden atau perdana menteri dan wakilnya, Humas di instansi yang dikunjungi turut membantu pembuatan kartu identitas peliputan dengan membuatkan daftar nama dan diserahkan Komando Rayon Militer (Korem) atau Kodim.

Pembatasan jumlah wartawan itu dibantah Bapak Anom Surahno (Kepala Subbagian Media, Biro Humas dan Protokoler Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur). Lewat telepon ia menegaskan pihaknya tidak mengkoordinir wartawan di Malang dalam peliputan kunjungan Xanana Gusmao. Ia mengisyaratkan urusan peliputan dikoordinasikan oleh tuan rumah. Dalam pesan pendeknya Anom menulis begini, “Bohong, enggak ada kebijakan itu kan wilayahnya berbeda.”

Pak Tri Hardjono juga menyangkal. “Mohon maaf, Mas, saya luruskan dulu, kami ini hanya ketempatan. Beliau (Xanana) adalah tamu dari Pemprov Jatim. Lebih-lebih acaranya mendadak. Jadi kami di bawah kendali Pemprov. Sekali lagi mohon maaf,” demikian isi pesan pendeknya.


PERNYATAAN SIKAP

Sehubungan dengan kejadian di atas, kami, ALIANSI JURNALIS MALANG RAYA, yang merupakan gabungan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang, Jurnalis Kanjuruhan (JK) Kabupaten Malang, Forum Wartawan Kota Malang (FWKM), Forum Wartawan Kota Batu (FKWB), serta jurnalis media cetak dan elektronik yang tidak berhimpun dalam organisasi jurnalis, menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Memprotes pembatasan jumlah wartawan karena merupakan bentuk diskriminasi yang dapat memecah solidaritas sesama wartawan dan menghambat kerja jurnalis, yang notabene menodai kemerdekaan pers sebagaimana dijamin dan dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (Pasal 2), serta kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (Pasal 4 ayat 1). Dalam Pasal 4 ayat 3 disebutkan bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Siapa pun yang melanggar Pasal 4 ayat 3 itu dipidana dua tahun penjara paling lama dua tahun atau didenda maksimal Rp 500 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 ayat 1.

Undang-Undang Pers dibentuk untuk memenuhi amanat Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 28 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliput media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut.

Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan HAM yang dijamin dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XVII/MPR/1998 tentang HAM. Ketetapan MPR ini sejalan bunyi Pasal 19 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HAM. Ironisnya, pelanggaran itu terjadi justru di peringatan hari HAM sedunia.

Karena itu, kami meminta kejadian serupa jangan sampai terulang lagi.

2. Bantahan dari Biro Humas dan Protokoler Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur dan Humas PJT I mencerminkan ketidakprofesionalan kedua instansi dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, yang ditandai dengan lemahnya koordinasi antarlembaga sehingga menimbulkan kesimpangsiuran informasi yang merugikan mayoritas wartawan di Malang Raya.

3. Humas mempunyai peran kunci untuk menjelaskan sebuah situasi atau kejadian dengan sejelas-jelasnya dan tidak bias sehingga berhasil meraih simpati. Namun, dalam kasus di atas, pejabat Humas PJT I yang sekarang justru terkesan tertutup dan menghindari pers.

Dalam kasus berbeda, menurut pengakuan beberapa wartawan di Malang, pejabat Humas PJT I yang sekarang terkesan alergi terhadap wartawan sehingga tidak komunikatif saat berhubungan dengan wartawan, terutama karena Humas tidak menguasai masalah dan bahan yang ditanyakan dan dibutuhkan wartawan.

Padahal, salah satu kegiatan utama seorang Humas adalah melakukan segmentasi media yang menuntut seorang Humas mampu memformulasikan keseimbangan saling dukung antara media cetak dan elektronik.

Dengan profil Humas seperti itu, yang dirugikan bukan hanya pers—mewakili masyarakat—tapi juga PJT I sendiri. Sehingga, kami menyarankan kepada direksi PJT I untuk “membina kembali” pejabat dan staf Humas yang sekarang. Kami akui pejabat Humas sebelumnya, khususnya Bapak Bambang Setyawan (sewaktu PJT I belum ada dan masih bernama Proyek Brantas) dan Ibu Diah Riskuntati, sangat baik menjalin hubungan dengan pers.

4. Apabila ada wartawan atau sekelompok wartawan yang meminta sejumlah uang, apalagi dengan memaksa, silakan melaporkan perbuatan mereka ke polisi. Wartawan semacam itu patut diperlakukan layaknya seorang pelaku kriminalitas. Kami, ALIANSI JURNALIS MALANG RAYA, tidak akan membela dan melindungi wartawan seperti itu, kecuali perkaranya menyangkut pemberitaan atau karya jurnalistik.

Apabila ada karya jurnalistik yang dinilai merugikan PJT I, pergunakanlah Hak Jawab dan Hak Koreksi. Dalam Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Pers disebutkan Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

Sedangkan Pasal 12 menyebutkan Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

Perusahaan pers wajib melayani Hak Jawab dan Hak Tolak, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Pers. Dalam Pasal 18 undang-undang yang sama ditegaskan bahwa perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat 2 dan 3 dipidana denda paling banyak Rp 500 juta.

5. Mengimbau semua pihak untuk selalu menghormati perundang-undangan yang berlaku dan melindungi jurnalis dalam menjalankan profesinya, sekaligus mengingatkan kepada seluruh jurnalis di Malang Raya untuk selalu bersikap terbuka dalam menerima segala kritikan, tetap menjaga kesantunan perilaku dan perkataan saat bertugas, serta tetap bekerja sesuai Kode Etik Jurnalistik.

6. Menyerukan kepada seluruh jurnalis di Malang Raya untuk bersatu membangun solidaritas dan kerjasama untuk menghadapi diskriminasi, tindak kekerasan, serta segala bentuk pelecehan lainnya yang bertentangan dengan kemerdekaan pers.

Demikian pernyataan sikap kami.

Malang, 13 Desember 2010



ALIANSI JURNALIS MALANG RAYA

1. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang
2. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang
3. Forum Wartawan Kota Malang (FWKM)
4. Jurnalis Kanjuruhan (JK) Kabupaten Malang
5. Forum Wartawan Kota Batu (FKWB)



TEMBUSAN:

1. Organisasi jurnalis masing-masing.
2. DEWAN PERS
Jl. Kebonsirih 32-34, Jakarta Pusat 10110
Telepon: (021) 3521488, 3504877, 3504874
Faksimile: (021) 3452030,
dewanpers@cbn.net.id


Xanana Berguru Irigasi ke Blitar-Malang

SURABAYA POST, Sabtu, 11 Desember 2010 11:59 WIB

BLITAR - Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao berguru tentang saluran irigasi ke Malang dan Blitar. ’’Kami perlu melakukan penataan infrastruktur ke depan, melihat apa yang diperlukan. Air untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk saluran irigasi. Untuk itu, kami berkunjung mencari kesempatan bisa bekerja sama dengan provinsi Jawa Timur,’’ tuturnya saat berkunjung di Bendungan Wlingi Raya Desa Jegu, Kec. Sutojayan, Kab. Blitar, Jumat (10/12).

Ia mengaku negaranya harus melakukan pembenahan di segala bidang, termasuk pembangunan bidang pengairan. Usia yang masih muda, delapan tahun, membuat negara itu masih jauh tertinggal secara teknologi dengan negara lainnya. Ia bahkan mengakui bahwa negaranya termasuk negara miskin tingkat dunia dan Asia. Untuk kebutuhan sehari-hari, mereka masih mengandalkan impor dari negara-negara di sekitarnya, termasuk Indonesia.

Pihaknya ingin melakukan perbaikan demi kepentingan rakyat. Lokasi bendungan menjadi salah satu tujuan utama, untuk belajar tentang pengelolaan air dan sistemnya sehingga mampu menghasilkan jaringan listrik serta untuk irigasi. ’’Kami belajar, dan berupaya ke depan untuk memperhatikan apa yang pas untuk negara kami. Untuk itu, kami ke sini,’’ ujarnya.

Pihaknya juga berencana mengirimkan bagian pengairan di negaranya untuk belajar masalah tersebut di Indonesia, terlebih lagi di Jawa Timur. Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf yang mendampingi rombongan Xanana menyambut baik rencana kerja sama bidang pengairan dan pertanian dengan Timor Leste.

Rombongan Perdana Menteri sampai di lokasi bendungan sekitar pukul 15.45. Sebelum tiba di Kab. Blitar, rombongan meninjau lokasi Waduk Sutami di Malang untuk melihat PLTA Sutami. Xanana datang dengan rombongan pejabat dari Timor Leste. Selama di Jatim ia didampingi Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf, Dirut Perum Jasa Tirta I (PJT), Tjuk Waluyo, serta jajaran muspida Kabupaten Blitar.

Namun, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang menyesalkan dibatasinya wartawan yang meliput Xanana Gusmao saat berkunjung di Perum Jasa Tirta I di Malang usai dari Blitar. Dengan alasan ruangan terbatas, hanya lima wartawan ber-id card yang diperbolehkan meliput. Pengurusan id card juga terkesan tak transparan. Soal ini, pejabat terkait seperti Kepala Humas Perum Jasa Tirta I Tri Hardjono, dan Kasubag Media Biro Humas dan Protokoler Provinsi Jawa Timur Anom Surahno saling lempar tanggung jawab.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang Abdi Purnomo menilai pembatasan kerja wartawan melanggar UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. ’’Ini termasuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik dan melanggar perundangan yang ada. Kami sangat mengecewakan hal ini,” ntr, zar

http://surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=0fe392f865944e20304b8ebb1efdedeb&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Wartawan Kecewa, Anggap Pelaksana Pengamanan Diskriminatif

BERITA JATIM, Sabtu, 11 Desember 2010 00:12:12 WIB
Reporter : Yatimul Ainun

Malang (beritajatim.com) – Kunjungan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao ke Perusahaan Umum Jasa Tirta I (PJT I) di Malang, membuat mayoritas wartawan kecewa. Pasalnya, dalam acara tersebut, pihak Pelaksana pengamanan lapangan hanya memperbolehkan 5 wartawan cetak dan elektronik lokal yang ada di Malang.

Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao itu, tiba di lokasi sekira pukul 18.80 WIB, Jumat (10/12/2010). Beberapa jam sebelum rombongan Xanana tiba, beberapa wartawan mendatangi kantor Perusahaan Umum Jasa Tirta I yang berlokasi di Jl Surabaya, Kota Malang itu.

Setelah 5 wartawan cetak nasional dan regional mendatangi Perusahaan Jasa Tirta I, sudah beersiaga pihak kepolisian dan puluhan personel TNI bersenjata lengkap. Menurut penuturan Ziaul Haq, salah satu wartawan cetak Nasional, meminta informasi apakah wartawan diperbolehkan untuk meliput kujungan Xanana itu.

“Ternyata, setelah saya tanyakan, hanya ada 5 wartawan yang boleh untuk meliput. Dan kelima wartawan itu yang sudah mendapatkan Id Card khusus dari pihak pengamanan lapangan. Bagi yang tidak mendapatkan Id Card, tidak boleh meliput,” aku Zia.

Mendengar kebijakan tersebut, Zia beserta wartawan lainnya tetap berusaha agar diperbolehkan untuk meliput. Karena kata Zia, kebijakan tersebut adalah bentuk diskriminatif.

“Kalau memang tidak diperbolehkan meliput acara tersebut, semua wartawan seharusnya tidak diperbolehkan semua. Ini berbeda, sudah ada diskriminatif, hanya wartawan lokal yang boleh meliput,” kata Zia lantang.

Setelah dikonfirmasi kepada Wardoyo, salah satu anggota Kodim 0833 Malang, yang mengaku sebagai pelaksana pengamanan mengatakan, pihaknya bukan bersikap diskriminatif, tetapi jatah untuk wartawan hanya 5 orang. Lebih dari itu tidak diperbolehkan.

“Kalau ingin beritanya, silahkan titipkan camera dan minta saja ke wartawan yang punya Id Card. Karena ruangannya kecil, hanya cukup menampung 5 orang. Makanya hanya memperbolehkan 5 wartawan saja,” kilahnya saat ditemi di depan kantor Perusahaan Jasa Tirta 1.

Lebih lanjut Wardoyo menegaskan, sesuai dengan hasil rapat pengamanan, memutuskan hanya 5 wartawan yang diperbolehkan meliput dengan alasan ruangannya sempit. “Itu sudah keputusan kita tidak bisa ganggugugat,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Sub Bagian Media Biro Humas dan protokuler Provensi Jawa Timur Anom Surahno mengatakan bahwa tidak ada pembatasan kepada wartawan. Karena wilayahnya sudah berbeda. “Bohong, gak ada kebijakan itu wilayahnya sudah berbeda,” tulis Anom melalui pesan pendeknya.

Sementara menurut pengakuan Tri Hardjono, Kepala Humas Perusahaan Jasa Terta I, pihaknya meluruskan, bahwa pihak PJT I itu hanya ketempatan, Xanana itu adalah tamu dari Pemprov Jatim. “Lebih-lebih acaranya mendadak. Jadi, kami dibawa kendali Pemprov. Sekali lagi saya mohon maaf,” katanya melalui pesan pendeknya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang, Abdi Purnomo menegaskan, pembatasan wartawan itu adalah bentuk diskriminatif, dan masuk kategori penghalangan kerja wartawan. “Itu jelas melanggar UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,” jelas pria yang akrab disapa Abel itu.

Lebih lanjut Abel mengatakan, setelah pihaknya melakukan komunikasi kepada pihak terkait, yakni Korem dan Kodim 0833 Malang, tentang pengurusan Id Card itu simpang siur. “Sementara pihak Perusahaan Jasa Titra I kurang terbuka dan kurang koomperatif. Yang jelas, penghalangan wartawan itu sudah melanggar UU Pers,” jelasnya.

Ditanya soal sikap selanjutnya, Abel menjawab, akan berkoordinasi dengan anggota dan pengurus AJI selaku organisasi yang memayungi wartawan. “Hal itu tidak bisa kita biarkan. Karena sikap jelas melanggar UU Pers,” katanya tegas.[ain/ted]

http://www.beritajatim.com/detailnews.php/6/Politik_&_Pemerintahan/2010-12-11/86489/Wartawan_Kecewa,_Anggap_Pelaksana_Pengamanan_Diskriminatif