31 May 2010

Pasokan Energi Terancam Krisis

RADAR BROMO, Senin, 31 Mei 2010

10 Tahun Lagi Capai Puncak

PRIGEN - Saat ini dunia sedang dihadapkan pada ancaman krisis energi yang cukup serius. Karena itu, mencari energi alternatif menggantikan energi fosil yang selama ini berlaku menjadi kebutuhan mendesak.

Kenyataan itu disampaikan pakar bioenergi Bambang Susilo saat menjadi pembicara pada kegiatan peningkatan kapasitas jurnalis di Inna Tretes Hotel, akhir pekan lalu. "Mau tidak mau, ini harus segera dilakukan," katanya pada kegiatan yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang itu.

Bambang menyatakan, saat ini kebutuhan energi terus meningkat. Kondisi itu mengakibatkan ketersediaan pasokan energi yang selama ini bersumber pada bahan fosil diambang krisis.

Ia menyebutkan, setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya krisis tersebut. Selain pasokan energi fosil yang terbatas, juga karena meningkatnya kebutuhan manusia akan energi. Baik untuk aktivitas ekonomi, maupun sosial. Termasuk di Indonesia.

Bahkan menurut Bambang, ancaman krisis energi itu akan mengalami puncaknya pada 10 tahun mendatang. "Dalam 10 tahun mendatang. Cadangan energi kita sudah betul-betul menipis," katanya menjelaskan.

Karena itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk mengantisipasi kondisi tersebut. Di antaranya, mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi. Kemudian, meningkatkan pemakaian energi alternatif dari bahan-bahan terbarukan. Misalnya, biodiesel yang diolah dari biji jarak pagar.

Sementara itu penjelasan serupa disampaikan Rully Dyah Purwati, peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serta (Balittas) Malang. Menurutnya, tanaman biji jarak merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan sebagai salah satu sumber energi alternatif.

"Payung hukum, sumber dana serta perangkat pelaksana telah dibuat oleh pemerintah," kata Rully. Meski begitu, sejauh ini produksi tanaman biji jarak masih jauh dari harapan. Pasalnya, dari taget produksi 8-10 ton per hektar setiap tahunnya, sejauh ini rata-rata baru terealisir 1 ton.

Karena itu kata Rully, selain peningkatan kapasitas di kalangan petani, penggalakan kampanye tentang penananaman jarak pagar juga mutlak dilakukan. Terlebih, kadar minyak yang dihasilkan biji jarak cukup tinggi. Yakni, sekitar 40 persen. (aad/hn)


Rencana Bangun Industri Biodiesel

Selain para pakar biodiesel, kegiatan yang berlangsung selama sehari itu juga menghadirkan sejumlah nara sumber. Di antaranya, PT. Alegria Indonesia. Salah satu perusahaan penghasil biodiesel asal Jepang dan Pemkab Pasuruan yang diwakili Ketua Komisi B DRPD setempat Joko Cahyono.

Dalam kesempatan itu, Joko juga menegaskan komitmen pemkab untuk mendukung upaya penyediaan bahan baku energi alternatif melalui biji jarak. Bahkan, saat ini dari total 6.000 hektar lahan yang akan disediakan, 1.200 di antaranya telah ditanami jarak pagar.

"Ini kami lakukan secara bertahap. Sampai akhirnya target luasan lahan yang kami harapkan benar-benar tercapai," katanya dalam acara yang diikuti oleh puluhan jurnalis itu.

Joko menyatakan, setidaknya ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari program ini. Selain penyediaan bahan baku energi alternatif biodiesel, juga tereklamasinya lahan kritis yang ada di Kabupaten Pasuruan.

Pasalnya, hingga saat ini sekitar 40 ribu hektar lahan di wilayah ini dalam kondisi kritis. Terlebih, upaya reklamasi yang dilakukan pemkab terbatasi oleh kemampuan anggaran.

Karena itu, program penanaman biji jarak yang melibatkan PT. Alegria Indonesia dinilai sebagai hal positif. "Sebab selain sisi ekologis, ada sisi ekonomis yang bisa kita manfaatkan," terangnya.

Yakni, jaminan dari PT. Algeria untuk membeli komoditas biji jarak yang dihasilkan dari ribuan hektar lahan tersebut. Karena itu, dirinya juga berharap upaya penanaman biji jarak tersebut membawa pengaruh pada peningkatan kesejahteraan para petani.

Sementara itu penjelasan serupa disampaikan CEO PT. Alegria Indonesia Mr. Nakamura San. Menurutnya, krisis pasokan energi kini menjadi persoalan serius. Termasuk di negerinya. Karena itu, upaya mencari energi terbarukan menjadi kebutuhan yang mendesak.

Salah satunya, melalui biji jarak tersebut. Kebutuhan ini pula yang saat ini ia awali dengan melakukan penanaman jarak pagar di atas ribuan hektar lahan kritis yang ada di kabupaten. Ke depan, program penanaman biji jarak ini terus berlanjut hingga mencukupi kebutuhan industri biodiesel satu juta liter per tahun. "Karena itu, suskesnya program ini juga akan diikuti dengan pembangunan industri biodiesel di Pasuruan," terangnya. (aad/hn)

http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=161560

http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=161559

Kemerdekaan Pers Terancam

KOMPAS, Senin, 31 Mei 2010 04:30 WIB

Ketua Dewan Pers: Media Massa dan Wartawan Harus Perbaiki Diri

Jakarta, Kompas - Pada 3 Mei lalu, pekerja media massa di seluruh dunia memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia. Namun, tiga organisasi kewartawanan di negeri ini, dalam pernyataan bersamanya, pekan lalu, mengakui, kemerdekaan pers di Indonesia sampai saat ini masih terancam.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) bersama-sama menolak gugatan dan kriminalisasi terhadap pers. Ada kecenderungan, hukum juga disalahgunakan untuk menekan pers. Artinya, hal ini mengancam kebebasan pers.

Pernyataan bersama AJI, PWI, dan IJTI tidak hanya terkait dengan gugatan perdata dari tersangka kasus perjudian Raymond Teddy H kepada tujuh media, yakni Kompas dan Kompas.com, RCTI, Warta Kota, Seputar Indonesia, Suara Pembaruan, Republika, dan Detik.com, tetapi juga pada ancaman kekerasan yang masih menimpa pekerja atau usaha pers. Gugatan perdata itu sampai saat ini masih disidangkan di empat pengadilan negeri di Jakarta, kecuali Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang sudah membuat putusan.

Ketiga organisasi itu mencatat, pada 7 Mei 2010, kontributor SCTV di Ambon, Maluku, Juhry Samanery, diduga dianiaya pegawai Pengadilan Negeri Ambon saat meliput sidang. Juhry, ironisnya, ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Ambon karena diadukan memukul pegawai Pengadilan Negeri Ambon.

Kekhawatiran ketiga organisasi wartawan itu terbukti. Meski tidak tercatat oleh AJI, PWI, dan IJTI, tiga hari setelah peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia, massa dari sebuah organisasi kepemudaan di Kalimantan Timur merusak kantor Balikpapan TV dan memukul seorang wartawan Kaltim Post. Dua perusahaan media itu sekantor. Massa juga mendatangi kantor Tribun Kaltim.

Di Ibu Kota, pada 28 April 2010, Komandan Peleton Pengamanan Dalam Kantor Wali Kota Jakarta Timur Apriyadi dilaporkan menyerudukkan kepalanya kepada wartawan Sun TV, Rio Manik. Koordinator PWI Jakarta Timur Nur Alim juga pernah diseret dan diancam akan dibunuh oleh petugas Pengamanan Dalam Jakarta Timur, saat meliput unjuk rasa di wilayah itu. Apriyadi hanya diberikan sanksi teguran tertulis (Kompas, 30/4).

Dua bulan sebelumnya, pada 9 Maret 2010, wartawan Metro TV, Deni Mozes, dianiaya sekelompok pemuda di Jembatan Organda, Abepura, Jayapura, Papua. Tak jelas alasan penganiayaan terhadap Deni itu (Kompas, 11/3).

Konsultan media asal Inggris, Tessa Paper, dalam laporannya yang berjudul Jangan Tembak Si Pembawa Berita (2009), menyebutkan, jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis Indonesia sepanjang tahun 1996-2009 sangat fluktuatif. Kekerasan yang terbanyak tercatat tahun 2000, yang mencapai 122 kasus. Paling sedikit terjadi tahun 1996, hanya 13 kasus yang tercatat.

Kekerasan yang mengakibatkan kematian wartawan, yang paling menonjol, adalah yang menimpa AA Narendra Prabangsa (41) dari Radar Bali. Prabangsa ditemukan tewas mengambang di perairan Teluk Bungsul, Padang Bai, Kabupaten Karangasem, Bali, pada 16 Februari 2009. Dalam sidang terhadap pelaku terungkap pembunuhan atas Prabangsa terkait pemberitaan.

Kisah Prabangsa seperti mengulang cerita tragis wartawan Bernas (Yogyakarta), Fuad Muhammad Safrudin (Udin). Pada 1996, Udin dianiaya, yang berujung pada kematiannya karena terkait pemberitaan.

Selain menolak jika hukum dipermainkan untuk menekan kemerdekaan pers, bersama-sama AJI, PWI, dan IJTI hampir setiap tahun menyerukan dihormatinya kebebasan pers. Pers harus patuh dan menghormati hukum, tetapi pemberitaan oleh pers yang didasari fakta yang benar dan dilandasi kode etik pun dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

UU No 40/1999 menyatakan, kebebasan pers sebagai hak asasi warga negara. Masyarakat yang keberatan dengan pemberitaan media massa dapat mengajukan hak jawab. Jika belum puas, bisa meminta Dewan Pers untuk melakukan mediasi.

Langkah inilah yang ditempuh Polri saat keberatan terhadap laporan TV One. Polri bahkan sempat menetapkan tersangka dalam kasus itu. Mediasi yang dilakukan Dewan Pers, 27 Mei lalu, menghasilkan perdamaian bagi keduanya.

Tidak mudah

Ketua Dewan Pers Bagir Manan di Jakarta, Minggu, mengakui tak mudah mengajak dan sekaligus menyadarkan masyarakat agar menempuh jalur penyelesaian sesuai UU Pers, saat mengalami masalah akibat pemberitaan media massa. Namun, hal itu harus terus diupayakan.

Tidak hanya itu, media massa dan wartawan, kata Bagir, harus terus memperbaiki diri, terutama terkait kualitas pemberitaannya dengan selalu berpegangan pada prinsip pemberitaan sesuai Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers. Dia menyambut baik setiap penuntasan sengketa pemberitaan melalui Dewan Pers.

”Memang kita tak bisa halangi orang menempuh jalur hukum ketika merasa dicemarkan nama baiknya atau merasa pers melakukan perbuatan tidak menyenangkan melalui pemberitaan,” ujarnya. Namun, dengan berpatokan pada kode etik, Bagir yakin kemungkinan kesalahan dalam pemberitaan kian kecil. Selain itu, media massa dan jurnalis juga harus memahami dengan baik berbagai aturan hukum, terutama yang bisa menjerat pers.

”Namun, jika dipelajari betul, seperti Pasal 310 KUHP soal pencemaran nama baik, ternyata harus dibuktikan lebih dulu apakah ada unsur kesengajaan atau tidak. Begitu juga dengan pasal tentang perbuatan tidak menyenangkan, masih harus dibuktikan ada unsur pemaksaannya,” kata Bagir.

Dengan memahami baik-baik sejumlah pasal yang berpotensi memidanakan jurnalis dan media massa seperti itu, tambah Bagir, kalangan pers bisa memiliki alat pembelaan yang bagus. Namun, ia tetap menyarankan masyarakat tetap bersedia datang ke Dewan Pers dalam menyelesaikan setiap sengketa yang terjadi.

Ketua Mahkamah Agung Harifin A Tumpa sudah mengeluarkan Surat Edaran No 13 Tahun 2008tentang imbauan perlunya mendengarkan keterangan Dewan Pers sebagai saksi ahli untuk setiap perkara/sengketa pers.

Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, menambahkan, untuk menghindari kriminalisasi terhadap pers, sanksi pidana seharusnya ditiadakan dari UU Pers. Ini penting supaya tak terjadi dualisme penegakan hukum.

Menurut Indriyanto, sudah saatnya mengembangkan keadilan restoratif. Artinya, tidak selamanya persoalan hukum harus diselesaikan melalui jalur pengadilan. (DWA/ANA/TRA)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/31/04300991/kemerdekaan.pers.terancam

Pengembangan Desa Mandiri Energi Dinilai Gagal

MEDIA INDONESIA, Minggu, 30 Mei 2010 13:10 WIB

Penulis : Bagus Suryo

MALANG--MI: Pengembangan budidaya tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) melalui model Desa Mandiri Energi yang pernah dilakukan pemerintah pada 2006 dianggap gagal.

Petani tidak berminat mengembangkan tanaman yang menjadi bahan baku energi alternatif itu karena pasar belum terbentuk secara nyata.

Demikian diungkapkan Rully Dyah Purwati, peneliti jarak pagar dari Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Seret (Balittas) di Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur, dalam acara kepelatihan tentang jarak pagar oleh Aliansi Jurnalis Independen Kota Malang di Pasuruan, Sabtu (29/5).

Ia menjelaskan krisis energi yang melanda dunia memaksa berbagai negara untuk mencari sumber energi alternatif terbarukan, diantaranya jarak pagar untuk bahan baku biodesel dan pengganti minyak tanah.

Pemerintah sudah menyiapkan payung hukum, sumber dana, dan perangkat pelaksananya. Namun pengembangan tanaman jarak pagar masih belum mencapai target yang diharapkan.

Kendati sudah ditemukan bibit tanam IP-3 berpotensi produksi 8-10 ton per hektare (Ha) lahan beserta teknologi budidayanya, tetapi masih terjadi kendala di tingkat petani karena produktivitas hanya kurang 1 ton biji per ha lahan per tahun.

"Awalnya menanam jarak pagar terbayang mudah. Tetapi setelah dibudidayakan ternyata untuk berbuah butuh proses," ujarnya.

Minat petani semakin ciut setelah harga biji jarak pagar rendah hanya Rp1.000 per kilogram (Kg). Sehingga usaha tani komoditas ini kurang diminati petani. "Harga ideal biji jarak pagar minimal Rp2 ribu agar petani bisa diuntungkan," katanya.

Bahkan pengembangan dengan model desa mandiri energi yang diharapkan mampu memproduksi biji jarak pagar, kemudian mengolahnya menjadi minyak, dan menggunakannya untuk kepentingan sendiri, dinilai gagal.

Padalah program yang diterapkan sejak 2006 itu sudah menanam 6.746 ha kebun jarak pagar tersebar di 27 provinsi dan 609 ha kebun induk, 36 unit pengelola hasil, dan 380 buah kompor. Namun demikian pengembangan model itu belum berjalan baik.

Ia menjelaskan sejumlah kendala yang dihadapi selama ini karena tidak adanya lembaga penyalur input dan output, minat petani rendah, belum terbentuk kelembagaan yang menangani desa mandiri energi, ketidaksiapan teknologi pemanfaatan jarak pagar sebagai sumber energi, serta pasar yang belum terbentuk secara nyata.

Dampaknya yang dirasakan sekarang adalah petani merasa dibohongi. Sebab ketika pemerintah gencar kampanye budidaya jarak pagar, dan banyak yang sudah menanam komoditas itu, kemudian pasarnya tidak jelas.

Dosen Fakultas Teknik Pertanian Universitas Brawijaya Bambang Susilo mengatakan tanaman jarak pagar potensial dikembangkan untuk bahan baku biodesel, bahan bakar pengganti solar.

Ia menjelaskan roadmap biodesel 2005-2010 pemanfaatan 2 persen biodesel dari konsumsi diesel 720.000 KL, pada 2011-2015 penggunaan 3 persen biodesel dari konsumsi 1,5 juta KL, dan pada 2016-2025 penggunaan 5 persen dari konsumsi disesel 4,7 juta KL.(BN/OL-02)

http://www.mediaindonesia.com/read/2010/05/30/145863/23/2/Pengembangan-Desa-Mandiri-Energi-Dinilai-Gagal

Alegria Indonesia Kucurkan US$300 juta untuk Pabrik Biodesel

MEDIA INDONESIA, Minggu, 30 Mei 2010 20:46 WIB

Penulis : Bagus Suryo

MALANG--MI: PT Alegria Indonesia, perusahaan yang memproduksi bahan bakar nabati, menyatakan siap membeli biji jarak pagar hasil budi daya petani setelah menanamkan investasi sebesar US$300 juta untuk pengembangan industri biodesel di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Chief Executive Officer PT Alegria Indonesia Wahyu Suprihadi Eko Sasono kepada Media Indonesia, Minggu (30/5), mengatakan investasi sebesar itu untuk pembangunan pabrik biodesel berkapasitas 1 juta liter per bulan. "Areal pabrik yang dipersiapkan seluas 20 hektare (ha) berlokasi di Kabupaten Pasuruan," tegasnya.

Untuk memasok bahan baku industri biodesel, pihaknya sudah menandatangani perjanjian dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasuruan pada 4 Maret 2010. Pemkab setempat menyatakan kesanggupannya memasok biji jarak pagar (Jatropha curcas L). Pihaknya berkomitmen membeli hasil panen petani seharga Rp1.200 per kilogram (kg) dengan kadar air 15 persen.

Harga itu dinilai cukup ideal dan merupakan jalan tengah bagi kedua belah pihak yakni petani dan pelaku industri biodesel agar bisa saling diuntungkan. Bila harga biji jarak pagar per kilogramnya menyentuh Rp2 ribu, maka yang diuntungkan hanya sepihak yakni petani. Pelaku industri jelas akan mengalami kesulitan.

Sejauh ini warga di Pasuruan sudah membudidayakan tanaman itu dengan memanfaatkan lahan kritis di 1.350 ha lahan. "Kami sudah menyiapkan dana Rp700 juta tahap pertama untuk membeli biji jarak hasil panen petani di Pasuruan," ujarnya.

Total luas lahan kritis yang bakal disiapkan untuk ditanami jarak pagar seluas 30 ribu ha. Pihaknya berharap pemerintah daerah lainnya juga memotivasi warganya agar bergairah kembali menanam jarak pagar.

Pengembangan sumber energi alternatif terbarukan sangat potensial dikembangkan di Indonesia, terutama memanfaatkan lahan kritis. Data 2008 menyebutkan luas lahan kritis secara nasional seluas 77 juta ha.

Ia menjelaskan petani yang membudidayakan tanaman jarak pagar tidak perlu khawatir. Pasalnya, Alegria pasti membeli atau menyerap berapapun banyaknya biji jarak pagar yang dihasilkan. Biodesel hasil produksi nantinya akan diekspor ke Jepang.

Untuk kelancaran pasokan bahan baku, maka pihaknya gencar bersosialisasi guna membangkitkan kembali minat petani dalam mengembangkan tanaman ini. Kondisi riil saat ini, petani telanjur kecewa terhadap pemerintah karena pengembangan tanaman jarak pagar melalui model desa mandiri energi yang dimulai 2006 tidak dibarengi dengan pasar secara nyata.

Peneliti Jarak Pagar di Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas) Malang Rully Dyah Purwati mengatakan pembentukan desa mandiri energi berbasis jarak pagar tidak berjalan efektif. Apalagi harga biji jarak pagar yang rendah hanya Rp1.000 per kg di tingkat petani menyebabkan usaha tani komoditas itu kurang diminati.

Seharusnya, kata dia, ideal harga jarak pagar di tingkat petani Rp2 ribu per kg. "Oleh karena itu perlu dicari model pengembangan lain yang dapat meningkatkan minat petani dalam mengusahakan tanaman jarak pagar," katanya. (BN/OL-04)

http://www.mediaindonesia.com/read/2010/05/05/145931/125/101/Alegria_Indonesia_Kucurkan_US300_juta_untuk_Pabrik_Biodesel_

19 May 2010

Pers Kita Belum Bebas?

Majalah TEMPO Edisi 3-9 Mei 2010

Bambang Harymurti
Wartawan

PEKAN ini Hari Kemerdekaan Pers Dunia dirayakan. Ini merupakan tahun peringatan ke-19atas deklarasi para wartawan yang dilontarkan di Kota Windhoek, Namibia. Itulah pernyataan tentang kemerdekaan pers sebagai prasyarat utama terbangun dan terpeliharanya sistem demokrasi bangsa dan pembangunan ekonominya.

Perayaan yang jatuh pada 3 Mei ini merupakan momen yang pas untuk membahas kondisi kemerdekaan pers kita, yang dibebaskan oleh gerakan reformasi dari pasungan rezim Orde Baru hampir 12 tahun silam. Inilah saat yang tepat untuk mempertanyakan: sudahkah reformasi melahirkan pers yang independen dan pluralis di negeri ini?

Jawabannya tentu beragam, tergantung sudut pandang dan tolok ukur yang digunakan. Namun, bila standar internasional yang dipakai, pers kita ternyata belum sepenuhnya bebas. Reporters Sans Frontier, misalnya, menaruh Indonesia pada peringkat 101 dari 175 negara yang dikaji lembaga nirlaba multinasional ini tahun lalu. Artinya, lebih banyak negara yang persnya lebih bebas dari Indonesia (100) dibandingkan yang kalah bebas (74). Pendapat ini diamini oleh Freedom House, yang bermarkas di Universitas Columbia, New York, Amerika Serikat, yang mengkategorikan kemerdekaan pers di Indonesia sebagai "separuh bebas". Freedom House memang hanya membuat tiga kategori atas status kemerdekaan pers di berbagai negara di seluruh dunia: bebas, separuh bebas, dan tidak bebas.

Ketiga kategori ini juga diterapkan pada hasil survei tahunan lembaga ini tentang kondisi hak politik dan hak sipil di seluruh dunia. Hasilnya cukup melegakan. Sejak 2006 Indonesia berhasil masuk kategori negara "bebas", dan dengan memburuknya kondisi demokrasi di Filipina serta Thailand-hingga kategorinya turun menjadi negara "separuh bebas"- Indonesia menjadi satu-satunya anggota ASEAN yang berstatus "bebas".

Harus diakui, status negara "bebas" dari sisi hak politik dan hak sipil tapi "separuh bebas" kondisi kemerdekaan persnya tentu bukan kondisi ideal, bahkan sudah memasuki wilayah lampu kuning. Pasalnya, penjaga terdepan kemerdekaan di bidang hak politik dan hak sipil adalah pers yang independen dan beragam. Itu sebabnya upaya membuat pers Indonesia betul-betul merdeka perlu diperkuat. Hanya bila pers nasional mencapai kondisi itu, sistem demokrasi kita aman terjaga.

Untuk mencapai kondisi ideal itu, beberapa hambatan harus diatasi. Roumeen Islam, peneliti World Bank Institute, yang melakukan studi banding kemerdekaan pers dunia, menyimpulkan bahwa infrastruktur hukum masing-masing negara amat menentukan kondisi kemerdekaan persnya.

Di negara yang masih mempidanakan pencemaran nama baik dan penghinaan, menurut Roumeen Islam, kemerdekaan pers tak mungkin diraih. Bahkan di negara yang sudah tidak mempidanakan delik ini tapi beban pembuktian di sistem perdatanya masih menganut prinsip pembuktian dibebankan pada tergugat dan "kebenaran fakta bukan dalih absolut untuk pembelaan", sulit diharapkan media akan melakukan peliputan investigatif untuk kepentingan publik karena risikonya terlalu tinggi. Jadi, agar pers mencapai kemerdekaannya, dan berperan efektif menjaga sistem demokrasi serta pembangunan ekonomi yang berkeadilan, delik pencemaran nama baik dan penghinaan perlu dibuang dari sistem hukum pidana, dan beban pembuktian delik ini pada sistem hukum perdata harus dibebankan pada penggugat.

Kondisi ideal hukum ini berlaku di negara-negara yang persnya berkategori bebas. Di Amerika Serikat dasarnya adalah amendemen pertama konstitusi, tapi di banyak negara lain pelindungnya adalah pengadilan hak asasi regional masing-masing. Di negara Eropa yang menjadi anggota Uni Eropa atau Dewan Eropa, misalnya, Pengadilan Hak Asasi Eropa di Strasbourg menafikan semua pasal hukum di negara yang masih mempidanakan pencemaran nama baik dan penghinaan. Hal serupa dilakukan oleh pengadilan hak asasi manusia di kawasan Amerika Latin dan di Afrika. Sayangnya Indonesia terletak di Asia Pasifik, satu-satunya kawasan di dunia yang belum mempunyai pengadilan hak asasi manusia regional.

Bahkan pemerintah RI dan DPR meningkatkan beratnya hukuman untuk pencemaran nama baik dan penghinaan melalui Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) hampir tiga kali lipat dari ancaman KUHP yang dibuat penjajah Belanda. Anehnya, undang-undang yang sama malah mengkorting hukuman untuk perjudian melalui Internet menjadi enam tahun dari maksimum 10 tahun yang diancamkan oleh UU No. 7 Tahun 1974 terhadap pidana judi.

Pemenjaraan Prita Mulyasari karena menulis keluhan tentang pelayanan Rumah Sakit Omni melalui surat elektronik telah membuat publik marah terhadap kezaliman pasal 27 dan 45 Undang-Undang ITE ini. Tak kurang dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bereaksi dengan menjanjikan akan merevisi undang-undang ini pada saat berkampenye mengikuti pemilihan presiden langsung pada awal tahun lalu.

Menyempurnakan Undang-Undang Pers, membuat kemerdekaan pers menjadi hak konstitusional, menghilangkan delik pidana pencemaran nama baik dan penghinaan dari KUHP adalah aktivitas lain yang harus kita lakukan agar kemerdekaan pers di Indonesia mencapai status "bebas" dalam skala dunia.

Sebaliknya kalangan pers dan pengguna Internet dituntut untuk semakin profesional dalam mengisi kemerdekaan yang ada. Masyarakat pun diminta menjaga sikap kritisnya terhadap media dengan menolak menghidupi pers yang tak beretika dan mendukung pers yang berkualitas.

Dengan melakukan itu semua, bolehlah kita berharap pada perayaan Hari Kemerdekaan Pers Dunia tahun depan, kondisi pers nasional naik pangkat ke status "bebas". Jadi, siapa takut?

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/05/03/KL/mbm.20100503.KL133435.id.html

13 May 2010

Belajar dari Kisah Malaysiakini.com


KOMPAS, Rabu, 12 Mei 2010 03:11 WIB


Oleh ADI PRINANTYO

Tepat 10 tahun yang lalu, Steven Gan mendirikan Malaysiakini.com dengan sedikit keraguan. Keraguannya berkisar soal seberapa lama portal berita itu bertahan hidup, baik secara sosial-politis maupun ekonomi.

Maklum, ketika itu rezim Mahathir Mohamad mengontrol pers dengan ketat. Karena itu, pers yang memberitakan fakta dengan apa adanya, termasuk suara-suara kritis terhadap pemerintah seperti Malaysiakini.com (selanjutnya disebut Malaysiakini), layak berdebar-debar.

”Tetapi, waktu itu kami jalan terus,” ujar Gan saat tampil sebagai pembicara dalam diskusi ”Media Pioneers, Changing the Way People Get News and Shape Views”, pekan lalu di kampus Universitas Hongkong. Diskusi soal media-media pionir ini menjadi agenda menarik Konferensi Media Internasional di Universitas Hongkong.

Alasan utama Gan untuk tidak melangkah mundur adalah keyakinannya bahwa membuat portal berita internet adalah salah satu solusi bagi jurnalis untuk menghindari sensor, baik dari eksternal media, termasuk pemerintah, maupun sensor dari internal awak media sendiri (self censorship).

”Banyak wartawan di Malaysia mengeluhkan self censorship yang ketat di media mereka. Sering terjadi, jurnalis heran dengan beritanya di koran, yang sudah jauh berbeda dengan aslinya. Itulah salah satu keunikan Malaysia. Negara kami rutin mengadakan pemilu setiap empat tahun, salah satu simbol demokrasi. Tetapi, rezim bersikap tidak demokratis dengan mengontrol pemberitaan surat kabar, radio, dan televisi,” kata Gan.

Perjuangan Steven Gan mengoperasikan Malaysiakini ibarat kisah pengelana yang menjalani medan terjal dan sarat tanjakan. Tahun-tahun pertama, layaknya sebuah media baru, jumlah pengakses sangat sedikit. Sudah yang baca sedikit, kemunculan Malaysiakini yang kritis terhadap pemerintah kerap menjadi sasaran pendiskreditan rezim Mahathir (waktu itu).

Namun, serupa dengan kelahiran tabloid Detik pada era Soeharto di Indonesia, Malaysiakini secara perlahan makin banyak diminati publik. Tak heran, banyak perusahaan swasta pun mulai antre untuk pasang iklan. ”Kami mulai optimistis media ini bisa berlanjut, salah satunya dari penghasilan iklan,” tutur Gan.

Celakanya, upaya rezim menghalangi gerak Malaysiakini seolah tanpa henti. Pemerintah Mahathir meminta, atau tepatnya mendesak, agar perusahaan pengiklan di Malaysiakini segera menghentikan pemasangan iklan itu. Singkat kata, Pemerintah Malaysia berusaha memenggal hidup Malaysiakini, dengan memutus penghasilan dari iklan. ”Kami sempat putus harapan dan seakan bakal segera mati karena tidak ada lagi uang masuk,” kata Gan.

Mandiri secara ekonomi

Namun, manajemen Malaysiakini lantas menemukan solusi jitu untuk terus menghidupkan situs berita itu, yakni dengan memungut fee bagi para pengakses. Fee itu ditetapkan sebesar 6 dollar AS atau setara dengan Rp 54.000 per bulan.

”Di internal Malaysiakini sendiri juga muncul debat panjang soal patut-tidaknya kami memungut fee dari para pengakses atau pelanggan. Tetapi, dari hari ke hari saya sadari, media yang independen memang harus mandiri secara ekonomi. Dan independensi itu salah satunya bisa diraih dengan fee pengakses ini,” kata Gan.

Seiring dengan bergulirnya waktu, Malaysiakini terus bertahan hingga karier Mahathir paripurna di pemerintahan. Penerusnya, Abdullah Ahmad Badawi, pun berusaha mematikan Malaysiakini dan gagal pula. Sikap Najib Razak, pengganti Badawi yang kini memimpin Malaysia, setali tiga uang. ”Sampai sekarang, opini bahwa kami ini media tidak kredibel terus didengungkan,” kata Steven Gan saat ditanya seusai diskusi itu.

Secara ekonomi, dewasa ini Malaysiakini tergolong sehat, dengan 60 persen penghasilan berasal dari fee pelanggan dan 40 persen sisanya dari iklan. Kesehatan ekonomi itu tetap berbanding lurus dengan frekuensi pendiskreditan situs berita itu oleh pemerintah. ”Jadi, sehari-hari kami tetap harus siap dengan adanya pengaduan ke polisi secara tiba-tiba dan mendadak pula kantor kami diawasi atau diselidiki tanpa penyebab yang jelas,” kata Gan.

Beragam materi bahasan terselenggara dalam Konferensi Media Internasional, yang digelar bersama oleh East-West Center, serta Journalism and Media Studies Centre, Universitas Hongkong, itu. Konferensi yang dihadiri 300 jurnalis di kawasan Asia-Pasifik itu bertema ”Reporting New Realities”. Berbagai tema diramu, mulai dari urusan terorisme, lingkungan hidup, kelompok minoritas, hingga perjuangan media-media cetak bertahan hidup di tengah serbuan media internet.

Tentang isu terakhir ini, pernyataan Reginald Chua, Pemimpin Redaksi Harian South China Morning Post, Hongkong, layak dicermati. Chua mengungkapkan, persaingan dengan media internet, selain dengan radio dan televisi, tak terhindarkan. Yang bisa dilakukan adalah menyiasati kompetisi sehingga media cetak terus bertahan.

”Dengan demikian, strategi pemberitaan koran harus berubah. Berita kecelakaan lalu lintas, misalnya, karena faktanya sudah habis-habisan dikuras oleh radio, televisi, dan media online, pemberitaan di koran seharusnya sedikit berbeda,” ujar Chua, lulusan program Magister Jurnalisme di Columbia University, AS, itu.

Berita kecelakaan di koran, karena baru dibaca pembaca keesokan harinya, selayaknya ditulis lebih dalam. Misalnya, dengan mengulas seberapa sering kecelakaan terjadi di ruas jalan itu atau di titik mana di jalan itu kecelakaan kerap terjadi dan merenggut korban jiwa.

”Jika selalu terjadi kecelakaan pada saat hujan, berita akan lebih menarik dengan adanya pesan soal pentingnya kewaspadaan pengguna jalan saat cuaca buruk. Tentu saja, dengan diperkuat data jumlah kecelakaan dalam enam bulan terakhir, misalnya. Dengan demikian, berita di koran bukan sekadar berita, tetapi bisa menjadi panduan bagi pembaca,” ujar Chua lagi.

Fenomena Malaysiakini dan South China Morning Post menunjukkan, betapa media massa, yang kerap disebut kekuatan keempat atau the fourth estate setelah trias politica, akan selalu menghadapi gempuran dari segala sisi. Gempuran itu ibarat selalu menjadi keniscayaan.

Selain gempuran dari ketatnya persaingan menghadapi media lain, masih ada kemungkinan tekanan atau intervensi segala rupa dari eksternal, apakah itu pemerintah atau pihak lain. Hanya media yang mampu berinovasi yang bisa bertahan. Inovasi yang tak kalah penting adalah dari sisi manajerial perusahaan media. Itu wajib dilakukan karena, menurut Steven Gan, media yang independen haruslah media yang mandiri secara keuangan.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/12/03111353/belajar.dari.kisah.malaysiakini.com

4 May 2010

AJI Malang Minta Perundangan Tak Belenggu Kebebasan Pers

Selasa, 04 Mei 2010 11:52 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta -Aktivis Aliansi Jurnalis Independen Malang, Jawa Timur, memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia dengan menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota Malang, Selasa (4/5).

Dalam aksinya, mereka meminta masyarakat dan Pemerintah menjadikan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik sebagai produk hukum yang bisa mendukung kebebasan pers. "Jangan malah menjadi belenggu kebebasan pers," kata Koordinator Divisi Advokasi AJI Malang Eko Widianto.

Menurut Eko, dalam undang-undang dicantumkan pasal yang mengatur kriteria informasi yang bisa tak diberikan oleh lembaga publik. Informasi itu adalah yang menyangkut rahasia negara, rahasia di bidang bisnis dan privasi. "Kami khawatir para pejabat berlindung di balik ketentuan tersebut," ujar Eko.

Eko mengatakan pers mencari, memperoleh dan menyebarkan informasi publik yang menyangkut segala segi kehidupan masyarakat. Karena itu kepentingan publik harus dijadikan tolok ukur apakah suatu informasi layak dirahasiakan atau tidak. "Pers bekerja untuk kepentingan publik."

Dalam pernyataan sikapnya, aliansi menyatakan undang-undang itu harus dimaknai sebagai produk hukum yang menjamin keterbukaan informasi bagi semua warga negara, termasuk jurnalis. Juga harus dimaknai sebagai kekuatan baru untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.

Aliansi meminta lembaga publik segara membentuk komisi informasi untuk memudahkan jurnalis mengakses informasi. Sejak undang-undang itu mulai diberlakukan pada 30 April lalu, lembaga publik di Malang belum ada yang membentuk Komisi Informasi.

Padahal, komisi Informasi dalam undang-undang merupakan suatu kewajiban. "Lembaga publik lambat merespon aturan baru ini," katanya.
Eko khawatir dengan tak segera dibentuknya Komisi Informasi, jurnalis akan kesulitan mengakses informasi yang berdampak pada tersumbatnya hak masyarakat mendapatkan informasi.

Kepada jurnalis, aliansi meminta agar selalu meningkatkan kapasitas profesionalnya dan berpegang teguh pada Kode Etik Wartawan Indonesia. BIBIN BINTARIADI

http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa_lainnya/2010/05/04/brk,20100504-245316,id.html

PERNYATAAN SIKAP AJI MALANG MEMPERINGATI HARI KEBEBASAN PERS SEDUNIA 3 MEI

Undang-Undang Kebebasan Informasi Publik

untuk Kebebasan Pers


Hari ini, 3 Mei 2010, masyarakat pers di dunia memperingati Hari Kebebasan Pers atau World Press Freedom Day. Di Indonesia, peringatan Hari Kebebasan Pers tahun ini bersamaan dengan adanya momentum pemberlakuan Undang-undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)

Keterbukaan informasi merupakan syarat utama adanya pers yang merdeka. Tanpa keterbukaan informasi, pers tidak dapat mencari dan memperoleh informasi yang dibutuhkan masyarakat yang berdampak pada tersumbatnya hak masyarakat memperoleh informasi. Tanpa keterbukaan informasi, pers tidak dapat menjalankan fungsinya secara maksimal sehingga merugikan masyarakat.

Pers bekerja untuk kepentingan publik. Pers mencari, memperoleh dan menyebarkan informasi publik yang menyangkut segala segi kehidupan masyarakat. UU KIP adalah produk hukum yang menjamin keterbukaan informasi bagi semua warga negara, termasuk jurnalis. Keterbukaan informasi merupakan syarat mutlak bagi pers untuk mencari dan memperoleh informasi. Dengan adanya UU KIP, Pers kini memiliki tambahan jaminan hukum untuk mencari dan memperoleh informasi.

Bagi pejabat publik, kehadiran UU KIP harus dimaknai sebagai kekuatan baru untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Karena itu pejabat publik dituntut untuk mengubah paradigma birokrasi yang serba tertutup menjadi birokrasi yang serba transparan dan bersih.

Dalam Pasal 11 ayat 1 UU KIP disebutkan seluruh lembaga publik wajib menyediakan informasi setiap saat. Lembaga publik yang dengan sengaja tidak memberikan informasi dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000 (lima juta rupiah).

Untuk mewujudkan kebebasan pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang menyatakan sikap:

1. Meminta semua masyarakat untuk ikut mendukung terwujudnya kebebasan pers.

2. Meminta semua pejabat publik di Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu menjadikan UU KIP sebagai momentum untuk menyelenggarakan Pemerintahan yang bersih dan transparan.

3. Meminta semua pejabat publik untuk segera membentuk Komisi Informasi untuk memudahkan pelayanan pemberian informasi

4. Meminta semua pejabat publik untuk menjadikan kepentingan publik sebagai tolak ukur untuk memberikan informasi publik.

5. Meminta kepada semua jurnalis untuk selalu meningkatkan kapasitas profesionalnya dan berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistik Indonesia.

Malang, 3 Mei 2010


Abdi Purmono Eko Widianto

Ketua Koordinator Divisi Advokasi

3 May 2010

Bagir: UU Kebebasan Informasi Publik Harus Ada Aturan Lanjutannya

Senin, 03 Mei 2010 16:03 WIB

Bagir Manan. TEMPO/Nickmatulhuda

TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Dewan Pers, Bagir Manan mengungkapkan perlunya aturan lanjutan pasal 54 ayat 1 Undang Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Kebebasan Informasi Publik. Alasannya, pasal itu bisa menjadi pasal karet yang bisa menjerat profesi wartawan dalam memberikan informasi kepada publik.

"Ini harus diselesaikan dengan aturan lanjutan," kata Bagir seusai diskusi "Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik: Informasi yang Dikecualikan dan Dampak Terhadap Kemerdekaan Pers" di gedung Jakarta Media Center, Senin (3/5).

Pasal 54 ayat 1 Undang Undang itu menyebutkan barang siapa yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses; memperoleh; memberikan informasi yang dikecualikan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 10 juta. "Wartawan berpotensi terkena pasal itu," ujar Bagir.

Bagir berencana mengundang Kementerian Komunikasi dan Informasi, Komisi Informasi dan pers sebagai pihak yang nanti terkena dampaknya. "Tentu akan kita undang untuk menyelesaikan hal ini," ujarnya.

Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo meminta Pemerintah tidak hiperaktif menerbitkan Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana Undang Undang Kebebasan Informasi Publik. Menurut dia, peraturan yang berlebihan justu akan merugikan publik. Untuk itu, harus ada dua hal yang diperjelas sesuai amanat Undang Undang itu, yakni biaya denda dan pretensi. "Sebelum disahkan, rencana draf PP itu harus disampaikan ke komisi informasi terlebih dulu," katanya.

Ketua Komisi Informasi Pusat Ahmad Alamsyah Saragih mengungkapkan sudah sudah ada 12 instansi yang siap menerapkan UU KIP, yaitu Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pekerjaan Umum, Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat, Kepolisian RI, Komisi Pemberantasan Korupsi, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Menurut Ahmad, tidak sulit bagi institusi untuk mempersiapkan diri. "Saya yakin infrastruktur sudah ada, jadi yang tidak siap itu bukan nol sekali," ujarnya.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein mengatakan PPATK sedang mengklarifikasi informasi yang dapat diakses publik. Bahkan, kata dia, PPATK siap melaporkan informasi dalam periode waktu tertentu. "Kami sedang mengklarifikasi dokumen yang bisa disampaikan dan rahasia," ujarnya.

EKO ARI WIBOWO/PUTI NOVIYANDA


http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2010/05/03/brk,20100503-245153,id.html

Undang-Undang Kebebasan Informasi Tidak Boleh Membelenggu Pers

TEMPO Interaktif, MALANG - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang meminta lembaga publik tidak menggunakan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1998 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) sebagai tameng untuk membelenggu kebebasan pers. Pernyataan AJI ini dikeluarkan memperingati Hari Kebebasan Pers se Dunia, Senin (3/5).

Menurut Koordinator Divisi Advokasi AJI Malang Eko Widianto, dalam UU KIP dicantumkan pasal yang mengatur kriteria sejumlah informasi yang tidak bisa diberikan oleh lembaga publik. Antara lain yang menyangkut rahasia negara, rahasia di bidang bisnis dan privasi. "Kami khawatir para pejabat berlindung di balik ketentuan tersebut," ujarnya.

Eko mengatakan pers mencari, memperoleh dan menyebarkan informasi publik yang menyangkut segala segi kehidupan masyarakat. Karena itu kepentingan publik harus dijadikan tolok ukur apakah suatu informasi layak dirahasiakan atau tidak. Sebab, menurut Eko, "Pers bekerja untuk kepentingan publik."

Dalam pernyataan sikapnya, AJI juga menyatakan UU KIP harus dimaknai sebagai produk hukum yang menjamin keterbukaan informasi bagi semua warga negara, termasuk jurnalis. Juga harus dijadikan sebagai kekuatan baru untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.

Berkaitan dengan diterapkannya UU KIP mulai 30 April lalu, AJI meminta agar UU KIP bisa menjadi produk hukum untuk mewujudkan kebebasan pers. Selain itu, AJI juga mendesak agar semua lembaga publik di Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu segera membentuk Komisi Informasi untuk memudahkan pelayanan pemberian informasi.

Kepada jurnalis, AJI meminta agar selalu meningkatkan kapasitas profesionalnya dan berpegang teguh pada Kode Etik Wartawan Indonesia. BIBIN BINTARIADI.


http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2010/05/03/brk,20100503-245062,id.html

1 May 2010

FOTO-FOTO AKSI MAY DAY 2010





Foto Demo Buruh


http://foto.antarajatim.com/index/lihat/4556

Ribuan Buruh Malang Raya Kepung Pendopo Kabupaten

Malang - Ribuan buruh dari berbagai perusahaan di kawasan Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu), Sabtu, melakukan aksi peringatan hari buruh internasional dengan mengepung kantor Pendopo Kabupaten Malang di Jalan Merdeka Timur Kota Malang.

Selain itu, buruh juga melakukan "longmarch" menuju kantor Balai Kota Malang yang berada di Jalan Tugu Kota Malang. Akibatnya, sejumlah ruas jalan protokol di Kota Kota Malang mengalami kemacetan, seperti yang terjadi di Jalan Merdeka Timur Kota Malang.

Humas Forum Bersama Buruh Malang Raya, Marsikan, mengatakan, aksi ini dilakukan agar masyarakat lebih mengetahui nasib buruh dari dekat, khususnya di kawasan Malang Raya.

"Kami melakukan aksi longmarch agar masyarakat khususnya pengguna jalan mengetahui secara pasti nasib buruh yang berada di kawasan Malang Raya," katanya.

Dalam aksi ini, sejumlah buruh membentangkan poster yang bertuliskan tuntutan terhadap upah layak buruh di Indonesia, serta meminta pemerintah untuk menghapus sistem kerja kontrak dan outsourching.

"Tuntutan yang diminta oleh para buruh kepada pemerintah yakni menghapus sistem kerja kontrak dan outsourching," ujarnya.

Sementara, dalam aksi ini ribuan buruh ditemui langsung oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Malang, Djaka Ritamtama di depan kantor pendopo.

Dalam orasinya, Djaka mengatakan, bahwa tuntutan para buruh mengenai penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourching telah sesuai dengan Undang-Undang no 13 tentang Ketenagakerjaan.

"Kami sepakat dengan penghapusan tersebut, sebab hal ini secara tidak langsung merugikan buruh," Kata Djaka yang juga disambut dengan tepuk tangan ribuan buruh di pendopo.

Untuk itu, Disnakertrans Kabupaten Malang telah berupaya menekan sejumlah perusahaan agar bisa memberikan upah layak kepada buruh. "Kami berupaya agar para buruh dalam bekerja bisa dihargai oleh perusahaan, salah satunya memberikan upah layak, sedangkan sistem kerja kontrak yang diterapkan perusahaan, pihak pemkab akan memfasilitasi agar hal ini dihapuskan," katanya.

Dia menyebutkan, bahwa terdapat 27 perusahaan yang sebelumnya tidak bisa memberikan upah layak kepada buruh. Namun permasalahan tersebut saat ini sudah dapat diselesaikan.

Sementara itu, dalam mengamankan aksi ribuan buruh ini, Kapolresta Malang, AKBP Daniel Tahi Monang Silitonga mengatakan, pihaknya telah mengerahkan seluruh personilnya yakni sekitar 600 aparat, dan ditempatkan di sejumlah titik rawan seperti pendopo Kabupaten Malang.

"Dalam menjaga keamanan peringatan hari buruh internasional di kawasan Malang Raya ini kita kerahkan semua personil untuk mengawal para demonstran," katanya.

http://antarajatim.com/lihat/berita/31978/Ribuan-Buruh-Malang-Raya-Kepung-Pendopo-Kabupaten